>

Harmoni...

Jakarta, September 2010.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 02 Desember 2010

Karena Tak Serius, Mahkamah Gugurkan Permohonan Uji Ketentuan Sumpah/Janji


Majelis Hakim Konstitusi, Moh. Mahfud MD (ketua merangkap anggota), Achmad Sodiki, Ahmad Fadlil Sumadi, Harjono, Muhammad Alim, M. Arsyad Sanusi, M. Akil Mochtar, Maria Farida Indrati, dan Hamdan Zoelva, masing-masing sebagai anggota. Pada persidangan pembacaan putusan uji materi Pasal 30 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Jakarta (2/12).
Jakarta, MKOnline - Mahkamah menilai I. Made Sudana tidak serius dalam permohonannya, sehingga dalam amar putusan menyatakan permohonan Pemohon gugur. Demikian sidang pengucapan putusan yang digelar di di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (2/12/2010).

I. Made Sudana memohonkan uji formil dan/materil UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Peraturan Presiden (Perpres) 11/1959 tentang Sumpah Jabatan Pegawai Negeri Sipil dan Anggota Angkatan Perang serta UU lainnya khususnya yang mengatur mengenai sumpah/janji jabatan terhadap UUD 1945.

Pemohon mendalilkan, ketentuan mengenai sumpah/janji sebagaimana diatur Pasal 30 ayat (1) ayat (2), dan ayat (3) UU 4/2004 dan sumpah/janji yang diatur dalam Perpres 11/1959 serta sumpah/janji yang diatur dalam UU lainnya yang tidak disertai dengan mengucapkan sanksi dari Tuhan YME, tidak sesuai atau menyalahi sumpah/janji yang diatur dalam ajaran agama, sehingga bertentangan dengan UUD 1945 khususnya Pembukaan UUD 1945.

Menurut Pemohon, sumpah/janji yang diatur dalam perundang-undangan di Indonesia, misalnya sumpah jabatan PNS dan sumpah jabatan lainnya seharusnya disertai dengan mengucapkan sanksinya (kena pastu, kutuk/laknat) dari Tuhan apabila sumpah itu dilanggar. Pelaksanaan sumpah PNS dan sumpah jabatan, menurut Pemohon, masih menimbulkan kesan asal-asalan.

Di samping itu, sumpah dalam Perpres 11/1959, dan dalam Pasal 30 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU 4/2004, serta sumpah yang diatur dalam UU lainnya dalam pelaksanaannya menyalahi ajaran agama, baik dari segi tempat maupun yang memimpin penyumpahan tersebut. Seharusnya, menurut Pemohon, pelaksanaan sumpah/pengukuhan sumpah tersebut dilaksanakan oleh orang suci agama yang bersangkutan, misalnya agama Islam oleh Ustadz/Kyai, agama Kristen oleh Sulinggih (Pendeta) dan agama Hindu oleh rohaniwan, dan bukan disumpah oleh pimpinan dari pegawai yang bersangkutan.

Menanggapi permohonan, pada 5 Oktober 2010, Mahkamah memanggil Pemohon untuk hadir di persidangan pada hari Kamis, 14 Oktober 2010, pukul 09.00 WIB dengan agenda sidang pemeriksaan pendahuluan. Namun, melalui surat bertanggal 7 Oktober 2010, Pemohon menuturkan tidak memiliki biaya untuk berangkat dan menginap di Jakarta. Oleh karena itu, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk dilakukan persidangan jarak jauh (video conference) di Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar.

Untuk memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat, Mahkamah mengabulkan sidang melalui video converence yang dilaksanakan pada 19 Oktober 2010, pukul 13.00 WIB. Kemudian pada 13 Oktober 2010 Mahkamah memanggil kembali Pemohon untuk hadir dalam persidangan tanggal 19 Oktober 2010, pukul 13.00 WIB bertempat di FH Universitas Udayana Denpasar, namun Pemohon tidak hadir dalam persidangan.

Mahkamah menganggap Pemohon tidak bersungguh-sungguh karena tidak hadir pada persidangan 19 Oktober 2010 tanpa alasan yang sah menurut hukum dan tanpa menunjuk wakilnya yang sah meskipun sudah dipanggil secara patut. Oleh sebab itu, menurut Mahkamah, permohonan Pemohon harus dinyatakan gugur. Karena permohonan gugur, Mahkamah tidak lagi mempertimbangkan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon dan Pokok Permohonan.

Sidang pengucapan putusan ini dilaksanakan oleh Pleno Hakim Moh. Mahfud MD (ketua merangkap anggota), Achmad Sodiki, Ahmad Fadlil Sumadi, Harjono, Muhammad Alim, M. Arsyad Sanusi, M. Akil Mochtar, Maria Farida Indrati, dan Hamdan Zoelva, masing-masing sebagai anggota. (Nur Rosihin Ana/mh)
Sumber:

Rabu, 01 Desember 2010

Yusril Perbaiki Permohonan Uji Definisi Saksi dan Keterangan Saksi


Mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra dalam uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (UU KUHAP), Jakarta (1/12).
Jakarta, MKOnline - Sidang lanjutan terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (UU KUHAP) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (1/12), di Gedung MK. Kepaniteraan MK meregistrasi perkara dengan Nomor 65/PUU-VIII/2010 yang dimohonkan oleh Mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra.

Dalam sidang perbaikan permohonan tersebut, Yusril telah memperbaiki beberapa bagian dalam permohonannya sesuai dengan saran Majelis Hakim Panel. "Sesuai saran-saran dalam sidang pendahuluan yang pertama, saya telah mempersingkat permohonan ini dengan memperkecil cakupan beberapa pasal dalam UUD 1945 yang menjadi batu uji. Saya hanya mengajukan dua pasal dalam UUD 1945 untuk menjadi batu uji, yakni ketentuan Pasal 1 ayat (3) tentang asas negara hukum dan ketentuan Pasal 28D ayat (1) yang menegaskan tentang keadilan dan kepastian hukum," jelasnya.

Yusril juga menjelaskan telah mengelaborasi lebih dalam hal-hal yang terkandung norma UUD 1945 tersebut. Menurut Yusril, dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, negara harus mengakui due process of law. "Ketentuan tentang prosedur tidak boleh bersifat arbitrer atau menurut selera penyelenggara kekuasaan negara. Hukum harus bersifat adil dan pasti karena jika terjadi ketidakadilan serta ketidakpastian dalam due process of law, maka dapat mengakibatkan pelanggaran HAM serius yang dapat menyebabkan seseorang terkena pidana penjara, kehilangan kemerdekaan, kehilangan hak milik serta kehilangan nyawa," papar Yusril.

Ketentuan tersebut, lanjut Yusril, dapat menyebabkan seseorang yang dituntut di pengadilan atau diperiksa sebagai tersangka di hadapan penyidik tidak berhak menghadirkan saksi-saksi alibi yang sebenarnya dapat membebaskan orang tersebut dari dakwaan pengadilan."Hal seperti inilah yang terjadi di dalam praktik karena ada penafsiran berbeda terhadap Pasal 1 angka 26 dan 27, Pasal 116 ayat (3) dan (4) serta Pasal 184 ayat (1) huruf a. Seorang yang diperiksa diperlakukan dengan adil menjadi hilang kepastiannya karena penyidik dapat mengabaikan seseorang yang diperiksa yang seharusnya diperiksa secara adil dan seimbang. Hilangnya keadilan dan keseimbangannya, karena  penyidik dapat mengabaikan seseorang yang diminta tersangka untuk dihadirkan. Oleh karena itu, Pemohon meminta agar MK memberikan satu penafsiran mengenai ketidakjelasan pasal a quo,” ujarnya.

Yusril juga mengemukakan bahwa KUHAP tidak memberikan ketentuan saksi yang memberatkan dan meringankan. KUHAP juga, lanjut yusril, tidak memberikan definisi saksi. Hal ini, menurut Yusril, berakibat fatal dalam proses hukum pidana. “Menurut saya, seharusnya kevakuman hukum ini diisi oleh DPR, Presiden, untuk mendefiniskan saksi yang memberatkan atau saksi yang meringankan dalam KUHAP. Namun, mengingat proses ini akan berlangsung lama, dan tergantung pda kemauan DPR dan presiden untuk melakukan amendemen KUHAP, maka sudah saatnya lah demi mengisi kekosongan hukum sementara waktu  MK dapat memberikan satu penafsiran mengenai definisi saksi dan keterangan saksi,” jelasnya.

Dalam sidang tersebut, Majelis Hakim Panel yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Harjono mengesahkan 24 alat bukti dengan tambahan dua keterangan tertulis dari saksi yang diajukan Pemohon, yakni Jusuf Kalla dan Kwik Kian Gie. Sidang selanjutnya mendengarkan jawaban Pemerintah, DPR dan mendengarkan keterangan Ahli.

Yusril dalam perkara ini mempersoalkan pasal-pasal yang menghambat dirinya untuk mengajukan empat saksi yang menguntungkan dan dinilai mengetahui perkaranya. Pasal-pasal tersebut mengatur mengenai definisi saksi dan keterangan saksi dalam ketentuan KUHAP. (Lulu Anjarsari/mh)
Sumber:

Uji Materi UU Perkawinan: Kepastian Hukum Anak "Di Luar Nikah"


Pemohon Prinsipal Machica‎ Mochtar didampingi kuasanya dalam persidangan uji materi UU Perkawinan, Jakarta (1/12).
Jakarta, MKOnline - Pensyaratan pencatatan perkawinan merupakan pengekangan terhadap kebebasan berkehendak sekaligus bentuk diskriminasi. Anak yang dilahirkan dari sebuah perkawinan yang tidak dicatatkan, dianggap sebagai anak di luar nikah.

Demikian dikatakan kuasa Pemohon uji materi UU Perkawinan dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu, (1/12/2010). Permohonan ini diajukan oleh Hj. Aisyah Mochtar, atau yang lebih akrab disapa Machica‎ Mochtar.

Sebagaimana dalam sidang pendahuluan (26/7/2010) lalu, Machica mengujikan Pasal 2 Ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU 1/1974). Pasal 2 Ayat (2) UU 1/1974 menyatakan, "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku." Kemudian Pasal 43 ayat (1) berbunyi, "Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya." 

Machica dirugikan karena ketentuan pasal dalam UU Perkawinan tersebut menyebabkan anak Machica tidak bisa mencantumkan nama ayahnya dalam akta kelahiran. Menurutnya, Pasal 2 Ayat (2) UU 1/1974 bertentangan dengan Pasal 28B Ayat (1), Ayat (2), dan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945. Pasal 28B Ayat (1) menyatakan, "Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah."  Pasal 28B Ayat (2), "Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Terakhir, Pasal 28D Ayat (1) menyatakan, "Setiap orang berhak atas pengakuan jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum."

Sidang dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan perkara nomor 46/PUU-VIII/2010 ini dilaksanakan Panel Hakim, Maria Farida Indrati  sebagai Ketua Panel, didampingi dua Anggota Panel, Harjono, dan Ahmad Fadil Sumadi.

Pemohon memasukkan perbaikan permohonan dalam poin 10. "Pada intinya bahwa dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 itu, kami berpendapat, terkandung asas agama, sebagaimana tercermin dalam Pasal 2 ayat (1), yaitu, perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu," kata Miftah, kuasa Pemohon.

Sehingga, bagi Pemohon yang beragama Islam, lanjut Miftah, tidak dicatatkannya perkawinan tidak menjadikan sebuah perkawinan menjadi tidak sah. "Sebab syarat sahnya perkawinan dalam Islam, tidak mensyarakatkan adanya sebuah pencatatan perkawinan," lanjut kuasa Pemohon.

Kaitannya dengan Pasal 28B Ayat (1) UUD 1945, kata kuasa Pemohon, adanya pensyaratan pencatatan perkawinan merupakan pengekangan terhadap kebebasan berkehendak sekaligus bentuk diskriminasi. "Karena anak yang dilahirkan (dari sebuah pernikahan yang tidak dicatatkan, pen.), dianggap sebagai anak di luar nikah," kata kuasa Pemohon mendalilkan. 

Melanjutkan dalilnya berkaitan  dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945, kuasa Pemohon menyatakan, kepastian hukum yang berkeadilan melarang adanya diskriminasi. Hal ini sebagaimana terjadi pada anak yang lahir dari hubungan yang dianggap di luar nikah, anak tersebut hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan keluarga ibunya dan keluarga ibunya. "Ada diskriminasi di sini, yang dilakukan oleh negara, menyebabkan anak yang tidak tahu apa-apa, menanggung beban ketidakpastian hukum bagi dirinya," lanjut kuasa Pemohon. (Nur Rosihin Ana/mh)
Sumber:

Selasa, 23 November 2010

Kurator Uji Materi UU BPHTB di MK


Pemohon principal, Harry Mulyono Machsus membacakan permohonannya dalam uji materi Pasal 2 Ayat(2) huruf a butir 1 dan Pasal 6 Ayat(2) huruf a UU No. 21 Tahun 1997 dengan perubahan menjadi UU No. 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (UU BPHTB) , Jakarta (23/11).
Jakarta, MKOnline - Pasal 2 Ayat(2) huruf a butir 1 dan Pasal 6 Ayat(2) huruf a UU 21/1997 dengan perubahannya menjadi UU 20/2000 yang diterapkan dalam pengurusan dan pemberesan Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah inkonstitusional.

Demikian dalil yang disampaikan Harry Mulyono Machsus saat menjadi Pemohon dalam gelar persidangan dengan agenda sidang pendahuluan perkara Nomor 68/PUU-VIII/2010, Selasa (23/11/2010), bertempat di ruang sidang pleno lt. 2 gedung Mahkamah Konstitusi (MK). 

Harry memohonkan uji materi atas Pasal 2 Ayat(2) huruf a butir 1 dan Pasal 6 Ayat(2) huruf a UU No. 21 Tahun 1997 dengan perubahan menjadi UU No. 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (UU BPHTB) terhadap Pasal 28D Ayat (1) dan Ayat (2) UUD 1945.

Harry Mulyono Machsus adalah kurator pada Kantor Hukum HMM Jl. Karang Empat IX No. 79 Surabaya. Berdasarkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya tanggal 1 Oktober 2007, Pemohon ditetapkan sebagai kurator PT Anita Fira Andika Pailit. Sebagai kurator, Pemohon merupakan subjek hukum yang berkepentingan terhadap berlakunya ketentuan pasal dalam UU BPHTB tersebut.

"Penerapan UU BPHTB tersebut sangat merugikan kepentingan Pemohon selaku kurator," kata Harry Mulyono menyampaikan keberatan.

Pemohon juga mengajukan uji materi Pasal-pasal UU BPHTB tersebut dalam penerapannya terhadap ketentuan Pasal 185 Ayat (2) dan Ayat (3) UU 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU. "Karena penerapan tersebut sangat merugikan hak-hak konstitusional Pemohon," kata Harry mendalilkan.

Sebab penafsiran yang benar menurut Pemohon atas ketentuan Pasal-pasal UU BPHTB tersebut dihubungkan dengan Pasal 28D Ayat (1) dan Ayat (2) UUD 1945, seharusnya mendudukkan posisi kesetaraan di muka hukum yang adil terhadap berlakunya UU kepailitan No 37/2004 yang mempunyai kekhususan tersendiri.

Pemohon mengaku mengalami kerugian konstitusional dan material karena kehilangan haknya atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil. Selain itu, juga kehilangan hak untuk mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 28D Ayat (1) dan Ayat (2) UUD 1945.

Pemohon dalam perkara ini meminta kepada Mahkamah agar menerima permohonan untuk seluruhnya. Pemohon juga meminta Mahkamah menyatakan Pasal-pasal UU BPHTB yang dimohonkan, bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) dan Ayat (2) UUD 1945. 

Selain itu, Pemohon juga meminta agar pasal-pasal dalam UU BPHTB tersebut dalam penerapannya terhadap UU Kepailitan, khususnya berkaitan dengan Pasal 185 Ayat (2) dan Ayat (3) UU 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU berkaitan dengan penetapan hakim tertanggal 11 Mei 2009 Nomor 12/Pailit/2007/PN Niaga Surabaya mengenai penjualan di bawah tangan yang dilakukan Pemohon sebagai kurator adalah jelas keliru dan tidak konstitusional. Terakhir, menyatakan pasal-pasal UU BPHTB tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Kerugian Konstitusional
Panel Hakim Konstitusi yang terdiri Achmad Sodiki sebagai Ketua Panel, Ahmad Fadlil Sumadi, dan M. Akil Mochtar masing-masing sebagai Anggota Panel, memberikan nasihat untuk perbaikan permohonan. Ketua Panel Achmad Sodiki menyarankan Pemohon membedakan dua hal. "Pertama, apa yang disebut dengan kerugian konstitusional dan apa yang disebut dengan kerugian karena penerapan pasal," kata Sodiki menasihati.

Sodiki juga menyarankan Pemohon merinci mengenai pemindahan hak. Karena, lanjut Sodiki, pemindahan hak adalah istilah genus, bersifat umum. "Spesiesnya bisa berupa jual-beli, tukar menukar, hibah, dan sebagainya,"

Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar menyoroti masalah legal standing Pemohon. Sebab, kata Akil, legal standing merupakan pintu masuk pengajuan permohonan. Menurut Akil, batu uji yang digunakan Pemohon, yaitu Pasal 28D UUD 1945, mempunyai dimensi luas. "Apakah kerugian konstitusional Saudara itu karena perlakuan hukum yang tidak adil?" tanya Akil. 

Lebih lanjut Akil menyarankan Pemohon menjelaskan hubungan hukum mengenai kerugian konstitusional atas berlakunya ketentuan pasal yang diujikan. Apakah kerugian yang dimaksud berkaitan langsung dengan profesi Pemohon sebagai kurator, atau kerugian tersebut menimpa klien Pemohon. "Apakah pasal itu merugikan profesi Saudara sebagai kurator, atau merugikan klien yang Saudara wakili," tanya Akil. (Nur Rosihin Ana/mh)
Sumber:

Kamis, 04 November 2010

PHPU Minahasa Selatan: Termohon dan Pihak Terkait Bantah Praktik Suap

Hakim Konstitusi Achmad Sodiki sebagai Ketua Panel, Ahmad Fadlil Sumadi dan Harjono masing-masing sebagai Anggota Panel memeriksa Perselisihan Hasil Pemilukada Kab. Minahasa Selatan Putaran Kedua, Jakarta (4/11).
Jakarta, MKOnline - Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kab. Minahasa Selatan (Minsel) Provinsi Sulawesi Utara Putaran Kedua, kembali disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (4/11). Sidang dengan agenda mendengarkan jawaban Termohon, keterangan Pihak Terkait, dan Pembuktian ini dilakukan oleh Panel Hakim, Achmad Sodiki sebagai Ketua Panel, Ahmad Fadlil Sumadi dan Harjono masing-masing sebagai Anggota Panel.
Pemohon perkara 194/PHPU.D-VIII/2010 ini adalah pasangan Asiano Gamy Kawatu dan Felly Estelita Runtuwene (AGK-FER). Pemohon keberatan terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab. Minsel Tahun 2010 tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Putaran Kedua Kab. Minsel tanggal 19 Oktober 2010.Pemohon mendalilkan terjadinya kasus suap yang dilakukan oleh pasangan Christiany Eugenia Paruntu-Sonny Tandayu (PanTas) terhadap Ketua KPU Kab. Minahasa Selatan. PanTas juga menyuap para kepala desa dan lurah, dan tindakan money politics lainnya, serta pelibatan PNS dalam pemenangan pasangan PanTas.
Termohon KPU Kab. Minsel, melalui kuasanya, Dance Kaligis membantah dalil Pemohon mengenai keterlibatan lurah untuk memenangkan pasangan PanTas. Dance membantah dan menyatakan hal itu adalah tidak benar. Dance juga membantah dalil Pemohon mengenai penggelembungan suara di Kelurahan Bitung. "Sebab DPT yang dipergunakan dalam Pemilukada putaran kedua tanggal 14 Oktober 2010 tidak mengalami perubahan dari DPT Pemilukada Bupati Wakil Bupati putaran pertama," katanya. Dalam petitumnya, Termohon melalui kuasanya, Dance Kaligis, meminta Mahkamah menolak permohonan Pemohon.
Sementara itu, Pihak Terkait pasangan Christiany Eugenia Paruntu-Sonny Tandayu (PanTas), melalui kuasanya, Victor Nadapdap, menyatakan eksepsi permohonan Pemohon tidak jelas dan kabur. "Karena tidak ada satu pun dalil-dalil Pemohon yang menyatakan tentang perselisihan suara," kata Victor menanggapi eksepsi permohonan. Menurut Victor, pelaksanaan Pemilukada Minsel putaran kedua berjalan dengan baik dan tidak ada keberatan dari saksi-saksi TPS-TPS. Sedangkan mengenai saksi Pemohon yang tidak menandatangi hasil rekapitulasi di tingkat PPK, kata Victor, karena adanya instruksi dari tim sukses Pemohon. "Ternyata tim sukses Pemohon sudah menginstruksikan kepada saksi-saksinya untuk tidak menandatangani rekapitulasi di tingkat kecamatan," lanjutnya.
Menanggapi dalil Pemohon mengenai tidak berfungsinya pengawasan oleh Panwaslukada sehingga memberikan kebebasan bagi pasangan PanTas untuk melakukan politik uang di berbagai tempat, Victor membantah dan menyatakan dalil tersebut adalah fitnah belaka. "Dalil yang tidak benar dan harus ditolak, serta merupakan fitnah," bantah Victor. Selanjutnya, Victor "menantang" Pemohon untuk membuktikan kebenaran dalil praktik politik uang yang dituduhkan kepada kliennya. "Siapa yang memberi uang, di mana, kepada siapa," "tantang" Victor.
Sedangkan dalil Pemohon mengenai suap yang dilakukan Pihak Terkait pasangan Pantas kepada Ketua KPU Minsel, menurut Victor merupakan dalil yang beraroma fitnah dan memiliki implikasi hukum tersendiri. Sebab Ketua KPU Kab. Minsel adalah pejabat negara. "Penyuapan terhadap pejabat negara adalah tindak pidana korupsi dan diancam hukuman berat," tegasnya.

Lebih lanjut Victor menuntut Pemohon membuktikan dalil suap terhadap Ketua KPU Kab. Minsel. "Jika tidak terbukti, Pihak Terkait akan melaporkan kepada Kepolisian sebagai tindak pidana fitnah dan pencemaran nama baik," tuntut Victor. (Nur Rosihin Ana/mh)

Selasa, 26 Oktober 2010

Alternatif Pemidanaan Anak: "Community Service Order"

Tampak di layar Ahli dari Pemohon, Adi Fahrudin saat presentasi di hadapan sidang uji materi UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Selasa (26/10).
Jakarta, MKOnline - Community service order (CSO) atau program pelayanan masyarakat, merupakan bentuk pemberian hukuman kepada anak dengan memberikan kewajiban kepadanya untuk memberikan pelayanan sukarela kepada masyarakat yang ditentukan oleh pengadilan. 
"Program community service order ini sesuai diterapkan untuk anak, menggantikan sistem pemenjaraan yang ada selama ini."
Demikian disampaikan ahli Pemohon, Adi Fahrudin, saat presentasi di hadapan sidang uji materi UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Selasa (26/10) di ruang pleno lt. 2 gedung Mahkamah Konstitusi RI.  
Uji materi UU 3/1997 ini dimohonkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak Medan (YPKPAM).  Materi yang diujikan yaitu Pasal 1 angka 2 huruf b,  Pasal 4 Ayat (1), Pasal 5 Ayat (1), Pasal 22, Pasal 23 Ayat (2) huruf a, dan Pasal 31 Ayat (1) UU 3/1997 tentang Pengadilan Anak. Sebagai batu ujinya adalah Pasal 28B Ayat (2), Pasal 28D Ayat (1), dan Pasal 28I Ayat (1) UUD 1945.
Sidang dengan agenda mendengar keterangan ahli yang diajukan pemohon perkara nomor 1/PUU-VIII/2010 ini dihadiri Ketua KPAI Hadi Supeno, ahli Pemohon, dan kuasa Pemohon, Muhammad Joni dkk. Dari pihak Pemerintah yang hadir, Heni Susilo Wardoyo, Alfiani, dan Radita Aji, ketiganya dari Direktorat Litigasi Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Adi Fahrudin, dalam presentasi dengan tema " Community Service Order: Model Alternatif Rehabilitasi Sosial Anak Pasca Putusan Pengadilan" ini menyajikan kecenderungan yang terjadi di dunia terkait pemidanaan anak. Tawaran alternatif pidana, misalnya dari Union International de Droit Penal dalam kongres pertamanya di brussel 7-8 agustus 1889 mengeluarkan resolusi agar mengembangkan berbagai alternatif pidana jangka pendek (alternatives to short custodial sentence).
"Kemudian dari PBB, merekomendasikan dibatasinya pidana penjara jangka pendek," sambung ahli Pemohon, Adi Fahrudin.
Lebih lanjut konsultan profesional di Malaysia ini memaparkan kecenderungan berdasarkan perkembangan terkini di dunia internasional untuk mencari alternatif pidana dari pidana perampasan kemerdekaan (alternative to imprisionment) ke dalam bentuk sanksi alternatif (alternative sanction). Selain itu juga mengenai alternatif pemidanaan berupa “community service order”.
Adi lalu mencontohkan penerapan CSO di bebeberapa negara. Di Italia, Jerman dan Swiss, pidana CSO dapat menggantikan pidana penjara pengganti apabila terpidana denda gagal membayar dendanya. "Di beberapa negara Eropah, CSO dapat menjadi syarat diterapkannya grasi," ujar Adi mencontohkan.
Di belanda, papar Adi, grasi dapat dijatuhkan atau diterapkan kepada seorang terpidana dengan syarat, bahwa terpidana harus melaksanakan CSO. Kemudian di jerman, pidana CSO dapat menjadi alternatif pidana perampasan kemerdekaan sebagai akibat denda tidak terbayar dengan melalui grasi.
Namun, penerapan program CSO menurut Adi, setidaknya memenuhi beberapa persyaratan, antara lain, berkaitan dengan tindak pidana tertentu/tidak berat. Kemudian, crime againt property, masa hukuman tidak melebih waktu tertentu, misalnya Denmark 6-8 bulan, Norwegia dan Luxemburg 9-12 bulan, Belanda dan Portugal 4 bulan.
Syarat lainnya yang juga perlu mendapat perhatian yaitu, pelaku masih anak. Penerapan pidana CSO harus memperhatikan UU tenaga kerja karena usia anak dilarang untuk melakukan kerja.
Sedangkan mengenai kelebihan program CSO, menurut Adi yaitu, pidana CSO menisbikan proses  stigmatisasi. Pidana CSO akan meniadakan efek negatif berupa “pendidikan kejahatan oleh penjahat”. Dari segi ekonomi, kata Adi, CSO jauh lebih murah. Kemudian, dapat menghindarkan stigmatisasi.
Anak yang menjalani pidana CSO masih dapat menjalankan kehidupan secara normal, seperti termasuk sekolah, pergaulan sosial. Sehingga proses dehumanisasi bisa dihindari. "Dapat menghindari “de-humanisasi” yang selalu menjadi efek negatif dari pidana perampasan kemerdekaan," tegas Adi Fahrudin. 
Sidang Pleno terbuka untuk umum ini dilaksanakan oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Achmad Sodiki sebagai Ketua merangkap Anggota, M. Akil Mochtar, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, M. Arsyad Sanusi, Hamdan Zoelva, Harjono, dan Ahmad Fadlil Sumadi, masing-masing sebagai Anggota. (Nur Rosihin Ana)
Sumber:

Senin, 18 Oktober 2010

Berkas Rekap Hasil Suara Pemilukada Kab. Fakfak Disita Polisi


Kapolres Fakfak AKBP F.S. Napitupulu, memberikan kesaksian dalam sengketa Pemilukada Kab. Fakfak Prov. Papua Barat di depan majelis Hakim Konstitusi, Senin (18/10)
Jakarta, MKOnline – Penyitaan berkas rekapitulasi hasil suara Pemilukada yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dilakukan atas dasar rekomendasi dari Panwaslukada Kab. Fakfak yang mengindikasi terjadinya tindak pidana Pemilukada. "Kami mendapat rekomendasi dari Panwas bahwa telah terjadi tindak pidana pilkada."


Demikian keterangan saksi F.S. Napitupulu, Kapolres Fakfak, menjawab pertanyaan Ketua Panel Hakim M. Mahfud MD tentang penyitaan dokumen rekapitulasi hasil suara Pemilukada Kab. Fakfak.


Sidang perkara nomor 187/PHPU.D-VIII/2010 mengenai sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kab. Fakfak Prov. Papua Barat ini digelar pada Senin (18/10) sore bertempat di ruang pleno lt. 2 gedung MK. Sidang dihadiri Pemohon pasangan Said Hindom-Ali Baham Temongmere didampingi Kuasanya, Sirra Prayuna dkk. Kemudian Termohon Prinsipal Ketua dan Anggota KPU Fakfak serta kuasanya, Bambang Widjojanto dkk. Hadir pula kuasa Pihak Terkait, Samsul Huda dkk.


Lebih lanjut, dalam sidang dengan agenda pembuktian ini, F.S. Napitupulu yang baru empat bulan menjabat Kapolres Fakfak, dalam kesaksiannya membantah adanya penahanan terhadap Ketua dan tiga anggota KPU Kab. Fakfak. "Kami dari Polres Fakfak tidak pernah menahan Ketua KPUD mapun anggotanya," kata Napitupulu.


Lebih lanjut Mahfud MD menanyakan landasan hukum yang memberikan kewenangan Polisi untuk melakukan penyitaan dokumen milik KPU. "Tindak pidananya apa, kok sampe menyita barang?" tanya Mahfud. "Penggelembungan suara, Pak," jawab Napitupulu. Penyitaan itu, lanjut Napitupulu, dilakukan dalam rangka proses penyelidikan dan penyidikan. 


Mendapat kesempatan untuk mendalami keterangan saksi, kuasa Termohon KPU Fakfak, Bambang Widjojanto membacakan surat rekomendasi yang tertuang dalam bukti P-13 yang berbunyi, "Kepada Ketua KPUD Fakfak. Sehubungan telah terjadinya penggelembungan dan pengurangan perolehan suara pada Pleno Rekapitulasi perolehan suara KPUD Kab. Fakfak, maka direkomendasikan kepada KPUd untuk segera melakukan perhitungan ulang khusus."


"Mana rekomendasi yang menyatakan bahwa Kepolisian harus melakukan tindakan?" tanya Bambang.


Menjawab pertanyaan Bambang, Kapolres Fakfak membacakan rekomendasi Panwaslukada yang isinya berbeda dengan rekomendasi yang dibacakan Bambang. Hal ini mengundang pertanyaan Bambang. "Apakah itu diberikannya sebelum Anda berangkat (ke MK) atau tanggal 1 (Oktober 2010)?" selidik Bambang.


Serta-merta, kuasa Pemohon, Sirra Prayuna, mengajukan keberatan atas pertanyaan Bambang. Namun keberatan ditolak Mahfud MD, karena akan diberikan kesempatan untuk menyampaikan keberatan dalam kesimpulan di akhir persidangan.


Hakim Konstitusi M. Arsyad Sanusi menilai berita acara penyitaan dokumen hasil rekapitulasi yang hanya terpaut sekitar dua sampai tiga jam setelah rapat pleno KPU berakhir, merupakan tindakan sangat cepat. Sementara di sisi lain, kata Arsyad, dibutuhkan waktu untuk pendalaman misalnya melakukan penyelidikan dengan meminta keterangan KPU dan Panwas. 


Sementara itu, Saksi Welem Lumy, Kapolsek Distrik Fakfak, mengaku mencatat hasil rekapitulasi penghitungan suara di tingkat Panitia Pemilihan Distrik (PPD) Fakfak. Pasangan Mohammad Uswanas-Donatus Nimbitikendik  5.006 suara. Yoel Rohrohmana-Amin Ngabalin 1.222 suara. Hamid Kuman-James Nahuway 4.120 suara. Abdul Latif Suaery-La Japa La Unga 763 suara. Said Hindom-Ali Baham Temongmere 6.613 suara. Total perolehan suara sah di distrik Fakfak 17.632 suara.


Selanjutnya, Saksi Deny Arikalang, Kanit Gakkumdu Sat. Reskrim Polres Fakfak, dalam keterangannya menyatakan, saat pembacaan hasil rekapitulasi untuk distrik Fakfak pada rapat Pleno, Jum'at, 1 Oktober 2010, saksi pasangan no. urut 5, Zainuddin R. Fenetiruma protes karena adanya selisih perolehan sebanyak suara. "Namun pihak KPUD tidak mengindahkan, dan tetap melakukan penetapan," terang Deny.


"Berapa banyak, Pak, selisihnya?" tanya Ketua Panel Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD. "Selisih kurang lebih seribu (suara)," jawab Deny.


Setelah itu, lanjut Deny, pihaknya melakukan upaya hukum dengan melakukan penyelidikan kepada Ketua Panwaslu, La Hardi, Ketua dan anggota KPU Fakfak, Markus Krispul, Saskia Madu, Zainudin S. Hakim, Laode Ruslan, Paskalis Letsoin. Hasil penyelidikan, salah satu anggota KPU tidak mengakui penetapan KPU Fakfak. "Laode Ruslan sama sekali tidak mengakui penetapan tersebut itu sah," papar Deny.


"Penyelidikan terhadap kasus Pemilu itu kewenangan Polres atau kewenangan Panwas?" tanya Bambang Widjojanto. "Memang kewenangan Panwaslu," jawab Deny.


Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi, menanyakan kepada Deny mengenai tanggal penyitaan dokumen. "Penyitaan itu berlangsung kapan?" tanya Arsyad. "Tanggal 1 (Oktober 2010)," jawab Deny singkat. Penyitaan, lanjut Deny, dilakukan sekitar jam 18.00. 


"Kapan keluar ijin penyitaan dari pengadilan?" tanya Arsyad lagi. "Kami membuat permintaan ijin tanggal 2 (Oktober)," jawab Deny.


"Berarti, penyitaan dulu, baru ijin," tanya Arsyad. Hal ini, kata Arsyad, sangat bertentangan dengan KUHAP. 


Terkait pemeriksaan terhadap Ketua dan anggota KPU Fakfak, Bambang kembali mengorek keterangan  saksi. "Apakah ketika diperiksa, orang-orang ini (Ketua dan Anggota KPU Kab. Fakfak) diberikan surat pemberitahuan, dia dipanggil dalam kapasitas apa?" tanya Bambang. "Yang jelas tidak ada surat panggilan," jawab Deny tegas.


Selanjutnya Bambang menanyakan ihwal "pengamanan" terhadap Ketua KPU Kab. Fakfak dan tiga anggotanya tanpa adanya surat penangkapan dan penahanan. "Berapa lama empat orang ini ada di Polres, yang menurut istilah, diamankan?," tanya Bambang lagi. "Empat hari," jawab Deny. 


Mendapat kesempatan memberikan keterangan, saksi La Hardi, Ketua Panwaslukada Kab. Fakfak, mengatakan, saat Ketua KPU Fakfak membacakan hasil rekapitulasi perolehan suara untuk Distrik Fakfak, perolehan masing-masing calon tidak sesuai dengan hasil rekapitulasi yang diterimanya dari PPD Fakfak.


Menjawab pertanyaan Ketua Panel Hakim Moh. Mahfud MD tentang terjadinya ketidaksesuaian perolehan suara, La Hardi menyatakan perubahan itu terjadi saat rekapitulasi di tingkat Kab. Fakfak. "Terjadi pada saat rekapitulasi perolehan suara di tingkat kabupaten," jawab La Hardi.  


Sesuai dengan temuan Panwaslu, kata La Hardi, hasil rekapitulasi perolehan suara di Distrik Fakfak, pasangan calon no. urut 1 memperoleh 5.006 suara. Saat pembacaan hasil rekap untuk Distrik Fakfak, terdapat keberatan dari saksi pasangan no. urut 5 karena adanya perbedaan data yang dimiliki KPU Fakfak dengan data saksi dan Panwaslukada. 


"Indikasi itu muncul karena ada perbedaan data, tapi Saudara tidak melihat bagaimana terjadinya penggelembungan itu," telisik Mahfud. "Ya," jawab La Hardi singkat. (Nur Rosihin Ana)

Sumber:
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInternalLengkap&id=4671

Jumat, 15 Oktober 2010

Permohonan Achmad Dimyati Natakusumah Ditolak Karena Tak Beralasan Hukum


Plt. Panitera MK, Kasianur Sidauruk menyerahkan salinan putusan nomor 152/PUU-VII/2009 mengenai pengujian UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, usai persidangan Jum'at (15/10).
Setiap jabatan publik atau jabatan dalam pemerintahan dalam arti luas, baik yang pengisiannya dilakukan melalui pemilihan, maupun melalui cara lain, menuntut syarat kepercayaan masyarakat karena jabatan publik adalah jabatan kepercayaan. Oleh karena itu, dalam rekruitmen jabatan publik maupun dalam mekanisme pemberhentiannya dibuat persyaratan-persyaratan tertentu agar pejabat yang terpilih adalah pejabat yang benar-benar bersih, berwibawa, jujur, dan mempunyai integritas moral yang tinggi.
Demikian pendapat Mahkamah terhadap dalil Pemohon yang menyatakan pemberhentian sementara bertentangan UUD 1945 yang tidak mengenal istilah pemberhentian sementara.

Sidang dengan agenda pengucapan putusan perkara nomor 152/PUU-VII/2009 mengenai pengujian UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD ini digelar pada Jum'at (15/10) bertempat di ruang Pleno gedung MK. Dalam amar putusan, Mahkamah menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
Permohonan ini diajukan oleh Achmad Dimyati Natakusumah, Anggota DPR RI periode 2009-2014. Pada 14 Desember 2009, Dimyati memohonkan pengujian Pasal 219 UU 27/2009 ke MK. Saat itu Dimyati sedang dihadapkan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Pandeglang.
Mantan Bupati Pandeglang ini mendalilkan bahwa ketentuan yang mengatur tentang pemberhentian sementara terhadap Anggota DPR karena menyandang status terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 219 UU 27/2009, bertentangan dengan prinsip persamaan di hadapan hukum dan pemerintahan (equality before the law) sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.
Mahkamah tidak menemukan alasan hukum yang cukup kuat terhadap potensi terjadinya pelanggaran atas hak-hak konstitusional Pemohon yang dijamin dan dilindungi oleh UUD 1945, sehingga Mahkamah berpendapat permohonan provisi harus dikesampingkan.
Meskipun Pasal 22B UUD 1945 tidak secara expressis verbis mengatur mengenai pemberhentian sementara, tetapi tidak mengurangi hak pembentuk UU untuk mengatur lebih lanjut mekanisme pemberhentian suatu jabatan publik sesuai dengan kebutuhan yang menjadi tuntutan bagi jabatan publik yang bersangkutan serta dengan memperhatikan ketentuan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945.
Apabila hanya norma dalam Pasal 213 UU 27/2009 ayat (2) huruf c UU 27/2009 yang menjadi dasar argumentasi Pemohon, yakni diberhentikan setelah memperoleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, maka justru mengandung ketidakadilan dan ketidakpastian hukum.
Mahkamah sependapat dengan keterangan pemerintah dalam persidangan yang menyatakan bahwa pasal yang dimohonkan pengujian justru memberikan kemudahan bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD ketika menghadapi proses hukum tidak mengganggu tugas-tugas konstitusional sebagai anggota dewan.
Apabila ada seorang anggota DPR harus menjalani proses peradilan, sementara yang bersangkutan juga harus melaksanakan tugas-tugas konstitusionalnya dan menerima hak-hak sesuai dengan jabatannya, justru akan merendahkan kedudukan lembaga dewan di mata rakyat karena tidak dapat menjaga kredibilitas dan moralitas anggotanya. Sementara apabila ternyata putusan pengadilan menyatakan yang bersangkutan tidak bersalah, sudah ada mekanisme hukum untuk mengembalikan harkat dan martabatnya di hadapan hukum.
Memang benar Presiden/Wakil Presiden dan Anggota DPR dipilih secara langung oleh rakyat melalui Pemilu, tetapi kedudukan hukumnya berbeda. Perbedaan kedudukan hukum dan tugas konstitusional sebagaimana diatur dalam UUD 1945 menyebabkan karakter kedua jabatan tersebut berbeda sehingga wajar dan proporsional pula apabila ada pembedaan dalam mekanisme pemberhentian dari jabatannya.
Begitu pula terhadap Hakim Agung dan Hakim Konstitusi sebelum dilakukan pemberhentian, juga dapat diberhentikan sementara dari jabatannya sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU 3/2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU 14/1985 tentang MA dan Pasal 24 ayat (1) UU 24/2003 tentang MK.
Mahkamah berkesimpulan bahwa Kerugian yang didalilkan Pemohon disebabkan oleh pelaksanaan Undang-Undang bukan karena konstitusionalitas dari norma yang dimohonkan pengujian sehingga dalil-dalil Pemohon tidak berdasar dan tidak beralasan hukum.
Sidang Pleno terbuka untuk umum ini dilaksanakan oleh tujuh Hakim Konstitusi, yaitu Moh. Mahfud MD., sebagai Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, M. Akil Mochtar, Harjono, Maria Farida Indrati, Muhammad Alim, dan Hamdan Zoelva, masing-masing sebagai Anggota. (Nur Rosihin Ana)

Sumber:

Kamis, 14 Oktober 2010

Pasangan Sahabat Tuding KPU Kab. Fakfak Lakukan Penggelembungan Suara di Distrik Fakfak


Ketua KPU Fakfak, Markus Krispul (kiri) dan Bambang Widjojanto (kanan) kuasa dari Termohon membantah dalil Pemohon pada persidangan sengketa Pemilukada Kab. Fakfak Prov. Papua Barat dalam persidangan, Kamis (14/10).
Jakarta, MKOnline – Pasangan Said Hindom-Ali Baham Temongmere (Sahabat) menuding Termohon Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab. Fakfak melakukan penggelembungan suara di distrik Fakfak untuk pasangan no. urut 1 Mohammad Uswanas-Donatus Nimbitikendik (Odo).
Demikian klaim Pemohon yang disampaikan kuasanya, Sirra Prayuna, dalam sidang sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kab. Fakfak Prov. Papua Barat, Kamis (14/10) siang.
Sidang panel pemeriksaan pendahuluan untuk perkara nomor 187/PHPU.D-VIII/2010 ini dilakukan oleh Panel Hakim yang terdiri Moh. Mahfud MD sebagai Ketua Panel, Achmad Sodiki, dan Maria Farida Indrati, masing-masing sebagai anggota panel. Sidang dihadiri Termohon Prinsipal Ketua KPU Fakfak, Markus Krispul beserta anggota dan kuasanya, Bambang Widjojanto dkk. Hadir pula kuasa Pihak Terkait, Samsul Huda dkk.
Melalui kuasanya, Sahabat mengklaim perolehan suara terbanyak di distrik Fakfak yaitu 6.613 suara. Selanjutnya, pasangan nomor urut 1 Mohammad Uswanas-Donatus Nimbitikendik (Odo) 5.006 suara. Pasangan nomor urut 3 Hamid Kuman-James Nahuway (Haji) 4.128 suara. Pasangan nomor urut 2 Yoel Rohrohmana-Amin Ngabalin (Yonma) 1.222 suara. Sedangkan pasangan nomor urut 4 Abdul Latif Suaery dan La Japa La Unga (Alala) 763 suara.
Pemohon menuding hasil rekapitulasi yang dibacakan Termohon bukan berdasarkan hasil rekapitulasi di tingkat Panitia Pemilihan Distrik (PPD). "Dalam proses rekapitulasi penghitungan suara tanggal 1 Oktober 2010 bertempat di Aula Polres Fakfak, telah terjadi satu upaya yang sistematis yang dilakukan pihak Termohon, yaitu membacakan rekapitulasi yang bukan berdasarkan hasil rekapitulasi di PPD Fakfak," papar kuasa Pemohon, Sirra Prayuna.
Saat pembacaan rekapitulasi tersebut, lanjut Sirra, terjadi penggelembungan suara di distrik Fakfak untuk untuk pasangan no. urut 1 menjadi 10.654 suara. "Tadinya suara pasangan nomor urut 1 di distrik Fakfak 5.006, menjadi 10.654," tegas Sirra.
Dalam petitumnya, Pemohon antara lain meminta Mahkamah menerima dan mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. Meminta penetapan perolehan suara Pemohon khususnya di distrik Fakfak sebanyak 6.613 suara.
Kemudian meminta Mahkamah menetapkan perolehan suara yang benar dalam Pemilukada Kab. Fakfak 2010, yaitu, Pasangan Odo 9.096 suara, Yonma 3.490 suara, Haji 8.500 suara, Alala 1.776 suara, dan pasangan Sahabat 13.142 suara. 
Selanjutnya, meminta Mahkamah menyatakan dan menetapkan pasangan Said Hindom-Ali Baham Temongmere sebagai pasangan calon terpilih dalam Pemilukada Fakfak 2010.
Dalam jawabannya, Termohon melalui kuasanya mensinyalir adanya indikasi konspirasi pasca rapat pleno rekapitulasi hasil pemungutan suara. Konspirasi dilakukan oleh oknum Polres Fakfak berupa ancaman hingga merampas kemerdekaan Ketua KPU Fakfak dan tiga anggota KPU Fakfak lainnya selama empat hari. "Empat hari diamankan tanpa ada surat perintah penahanan," kata kuasa Termohon, Bambang Widjojanto.
Berkaitan dengan itu, lanjut Bambang, dilakukan penyitaan terhadap seluruh dokumen asli yang berkaitan dengan hasil pemungutan suara di distrik Fakfak.
Termohon justru balik menuding bahwa dalil-dalil yang diusung Pemohon  telah dipalsukan. "Ada bukti-bukti palsu dan dipalsukan yang dijadikan dasar untuk mengajukan permohonan ini," bantah kuasa Termohon, Bambang Widjojanto. (Nur Rosihin Ana)

Sumber:

Senin, 26 Juli 2010

Lampaui Tenggat Waktu, Permohonan Dua Pasang Cabup/Cawabup Kab. Pangkep Tidak Dapat Diterima

Kuasa Hukum Pihak Terkait sengketa Pemilukada Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan (Pangkep) mendengarkan pembacaan putusan perkara sengketa Pemilukada daerah tersebut di ruang sidang Pleno MK, Senin (26/7).
Jakarta, MK Online - Seluruh dalil yang diajukan Pemohon pasangan H.A. Baso Amirullah-H.A. Kemal Burhanuddin dan pasangan Taufik Fachruddin-Hj. Nurul Taman yang dibeberkan di muka persidangan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan sendirinya menjadi mentah. Bahkan pokok permohonan pun sama sekali tidak dipertimbangkan oleh Mahkamah. Hal ini karena permohonan yang dilayangkan ke MK melampaui tiga hari kerja tenggang waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang.
Demikian gelar sidang pleno pengucapan putusan di MK, Senin (26/07/10). Dalam putusannya, Mahkamah menyatakan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara Pemilukada Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan (Pangkep) Provinsi Sulawesi Selatan yang diajukan Pemohon tidak dapat diterima.
Sidang pleno terbuka untuk umum ini dilakukan oleh delapan Hakim Konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD selaku Ketua merangkap Anggota, M. Akil Mochtar, Hamdan Zoelva, Muhammad Alim, M. Arsyad Sanusi, Harjono, Ahmad Fadlil Sumadi dan Maria Farida Indrati, masing-masing sebagai Anggota.
Pendapat Mahkamah yang disampaikan Maria Farida Indrati menyatakan, Termohon KPU Pangkep dan Pihak Terkait pasangan H. Syamsuddin A. Hamid-Abd. Rahman Assagaf dalam jawabannya sama-sama membantah dalil Pemohon dan mengajukan tiga macam eksepsi. Yaitu membantah dalil hukum permohonan Pemohon yang tidak jelas dan kabur (obscuur libel) karena merupakan asumsi-asumsi semata.
Menurut Mahkamah, eksepsi Termohon dan Pihak Terkait pasangan nomor urut 4 ini tidak tepat menurut hukum karena substansi eksepsi sangat berkaitan erat dengan pokok perkara (bodem geschil), sehingga eksepsi tersebut harus dikesampingkan. “Eksepsi a quo harus dikesampingkan,” kata Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati membacakan pendapat Mahkamah.
Sedangkan mengenai eksepsi bahwa permohonan Pemohon salah objek (error in objecto), Mahkamah berpendapat bahwa objek permohonan yang diajukan Pemohon telah sesuai dengan syarat objectum litis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) UU 32/2004 juncto UU 12/2008 dan Pasal 4 PMK 15/2008. “Sehingga eksepsi Termohon tidak beralasan hukum,” kata Maria.

Permohonan Kadaluarsa
Selain mengajukan eksespsi tersebut di atas, Termohon dan Pihak terkait juga mengajukan eksepsi bahwa permohonan sudah kadaluarsa atau lewat waktu. Berdasarkan Keputusan KPU Kab. Pangkep Nomor 20/P.KWK-PK/VII/2010 mengenai penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara Pemilukada Pangkep tahun 2010 ditetapkan pada 30 Juni 2010. Sehingga tenggang waktu permohonan pembatalan hasil penghitungan suara Pemilukada adalah 3 (tiga) hari kerja setelah hari Rabu, 30 Juni 2010, yaitu Kamis, 1 Juli 2010, Jumat, 2 Juli 2010; dan hari terakhir yakni Senin, 5 Juli 2010, karena tanggal 3 Juli 2010 dan 4 Juli 2010 adalah hari Sabtu-Minggu atau hari libur.
Sementara itu, permohonan diajukan ke Mahkamah pada hari Selasa, 6 Juli 2010 pukul 14.00 WIB, sehingga menurut Mahkamah, permohonan telah melewati tenggang waktu pengajuan permohonan sebagaimana berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Dengan demikian, eksepsi Termohon dan Pihak Terkait sepanjang mengenai permohonan Pemohon telah melewati tenggang waktu pengajuan permohonan adalah beralasan hukum,” lanjut Maria.
Sedangkan dalam pokok perkara, dengan dikabulkannya sebagian eksepsi yang berkaitan dengan telah lewatnya tenggang waktu pengajuan permohonan, maka menurut hukum, penilaian terhadap pokok perkara tidak diperlukan lagi. “Sehingga permohonan a quo harus dinyatakan tidak dapat diterima atau niet ontvankelijk verklaard,” tandas Maria.
Akhîrân, dalam amar putusan, Ketua Pleno Moh. Mahfud MD, dalam eksepsi, menyatakan mengabulkan eksepsi Termohon dan Pihak Terkait sepanjang mengenai tenggang waktu permohonan. Kemudian, menyatakan pengajuan permohonan telah melewati tenggang waktu. Selain itu, Mahkamah menyatakan menolak eksepsi Termohon dan Pihak Terkait untuk selain dan selebihnya.
Sedangkan dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan pasangan H.A. Baso Amirullah-H.A. Kemal Burhanuddin dan pasangan Taufik Fachruddin-Hj. Nurul Taman, tidak dapat diterima. “Permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” tandas Mahfud. (Nur Rosihin Ana).

Kamis, 01 Juli 2010

PHPU Kab. Musi Rawas: MK Tolak Permohonan Misi Agung


Ketua MK Mahfud MD dan Wakil Achmad Sodiki saat akan duduk di majelis Pleno Hakim untuk pembacaan empat putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah, termasuk putusan sengketa Kabupaten Musi Rawas pada Kamis (01/0) di ruang sidang Pleno MK,
Jakarta, MK Online - Pupus sudah ikhtiar pasangan Mohd. Isa Sigit-Agung Yubi Utami (Misi Agung) untuk menjadi Bupati/Wakil Bupati Musi Rawas (Mura), setelah MK dalam putusannya, Kamis, (1/7/2010) malam, menyatakan menolak seluruh permohonan pasangan Misi Agung.
Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menyatakan permasalahan hukum utama permohonan pasangan Misi Agung adalah keberatan atas Surat Keputusan KPU Kab. Mura No. 270/75/KPTS/KPU.MURA/2010 bertanggal 8 Juni 2010 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kab. Mura Tahun 2010 dan Berita Acara KPU Kab. Mura No. 270/35/BA/KPU.MURA/2010 bertanggal 8 Juni 2010 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tingkat Kabupaten/Kota Tahun 2010.
Pasangan no. urut 1 ini mendalilkan Termohon KPU Kab. Mura melakukan penetapan DPT Pemilukada Musi Rawas 22 hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara. Menurut Pemohon, hal tersebut melanggar ketentuan Pasal 22 ayat (4) Keputusan KPU Mura No. 05/KPTS/KPU.MURA/2010 yang menyatakan DPT disahkan paling lambat 45 hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara.
Menurut Mahkamah, berdasarkan Berita Acara No. 270/34/BA/KPU.MURA/2010, memang benar telah terjadi perbaikan DPT, namun bukan penetapan DPT baru. Perbaikan DPT dimaksud dilakukan atas persetujuan saksi-saksi pasangan calon dan Panwaslu Mura, yang sebelumnya didahului dengan adanya Undangan rapat pleno perbaikan DPT. Penetapan perbaikan DPT tersebut tidak berkorelasi dengan pengurangan ataupun penambahan jumlah pemilih yang dapat mengakibatkan kerugian pada Pemohon, karena perbaikan DPT tersebut telah disetujui oleh Pemohon dan secara de facto telah dipergunakan dalam Pemilukada Mura. Dengan demikian, menurut Mahkamah dalil Pemohon tidak beralasan hukum dan harus dikesampingkan.
Terhadap dalil Pemohon mengenai kekacauan DPT yang terkonsentrasi di daerah basis pendukung Pemohon, yaitu di Kecamatan Karang Jaya, Rupit, Rawas Ulu, Rawas Ilir, Karang Dapo, Nibung, dan Ulu Rawas, sehingga merugikan Pemohon, Mahkamah berpendapat dari tujuh kecamatan yang DPT-nya didalilkan bermasalah, Pemohon tidak mengajukan saksi melainkan hanya mengajukan bukti surat untuk tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan BTS Ulu, serta Kecamatan Rawas Ulu. Selain itu, di persidangan tidak dijelaskan mengenai kekacauan DPT yang dimaksud oleh Pemohon. Oleh karenanya, menurut Mahkamah dalil Pemohon tidak terbukti menurut hukum sehingga harus dikesampingkan.
Pemohon juga tidak mengajukan bukti, baik berupa surat atau saksi untuk menguatkan dalilnya mengenai sisa surat suara yang dicoblos oleh anggota KPPS untuk Pasangan Nomor 2 yang terjadi di Kec. Tugumulyo dan Kec. Megang Sakti. Begitu juga dalil Pemohon mengenai terjadinya praktik  money politic, keterlibatan aparat pemerintah hingga tingkat kepala desa. Sehingga menurut Mahkamah, dalil Pemohon tidak beralasan hukum dan harus dikesampingkan.
Berdasarkan fakta hukum, amar putusan MK menyatakan, dalam eksepsi, Menolak eksepsi Termohon dan Pihak Terkait. Sedangkan dalam pokok permohonan, Mahkamah menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya
Sidang Pleno dengan agenda pengucapan putusan perkara Nomor 30/PHPU.D-VIII/2010 ini dilaksanakan oleh sembilan Hakim Konstitusi, yaitu Moh. Mahfud MD, selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, M. Akil Mochtar, Maria Farida Indrati, Hamdan Zoelva, Muhammad Alim, Harjono, M. Arsyad Sanusi, dan Ahmad Fadlil Sumadi, masing-masing sebagai Anggota, didampingi oleh Mardian Wibowo sebagai Panitera Pengganti. (Nur Rosihin Ana)

Kamis, 24 Juni 2010

MK Perintahkan Pemungutan Suara Ulang Sembilan Kecamatan di Kab. Gresik

(Ki-Ka) H. Hariyadi dan Irfan Choirie selaku Tim Kuasa Hukum pihak Pemohon bersendagurau selagi menunggu pemberian berkas putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Kabupaten Gresik di ruang sidang Pleno MK, Kamis (24/06).
Jakarta, MK Online - Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Gresik Tahun 2010 memasuki babak pengucapan putusan di Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam putusan sela MK memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab. Gresik untuk melakukan pemungutan suara ulang di Kecamatan di kecamatan Bungah, Driyorejo, Menganti, Kedamean, Benjeng, Cerme, Duduksampeyan, Kebomas, dan Kecamatan Balong Panggang.
Sidang perkara nomor 28/PHPU.D-VIII/2010 ini dilaksanakan oleh delapan Hakim Konstitusi, yaitu Moh. Mahfud MD selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, M. Akil Mochtar, Harjono, Hamdan Zoelva, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, dan Ahmad Fadlil Sumadi masing-masing sebagai Anggota, Kamis (24/6/2010) bertempat di ruang pleno lt. 2 gedung MK.
Permohonan sengketa pemilukada ini diajukan oleh Sambari Halim Radianto-Moh. Qosim (SQ), pasangan no. urut 3. Pemohon keberatan terhadap hasil Keputusan KPU Kab. Gresik Nomor 80/Kpts/KPU-Gresik-014.329707/2010, tanggal 1 Juni 2010 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gresik 2010.
Pemohon merasa penetapan hasil perolehan suara tersebut tidak sesuai dengan hasil penghitungan Tim dari Pemohon. Selain itu, hasil penghitungan Termohon merupakan hasil dari berbagai penyimpangan dalam proses tahapan pemilukada yang sangat berpengaruh langsung terhadap hasil perolehan suara.
Pemohon mendalilkan terjadinya praktik money politic yang dilakukan oleh Pihak Terkait pasangan no. urut 5, Husnul Khuluq-Musyaffa’ Noer (Humas) yang terjadi di Desa Sungonlegowo Kec. Bungan, Desa Krikilan Kec. Driyorejo, dan Dusun Mojotengah, Desa Mojotengah, Kec. Menganti.
Mahkamah bependapat, dalil Pemohon mengenai praktik money politic terbukti dan cukup beralasan hukum berdasarkan keterangan Saksi dan bukti-bukti di persidangan.
Pemohon juga mendalikan adanya pelanggaran sistematis, terstruktur, dan terorganisir yang dilakukan KPU Kab. Gresik dan jajarannya karena dianggap berpihak kepada pasangan Humas mengenai  hasil Quick Count pasangan Humas yang dikeluarkan pada Pukul 11.15 WIB, sebelum pemungutan suara berakhir.
Mahkamah berpendapat dalil Pemohon cukup beralasan hukum karena Termohon dan Pihak Terkait tidak memberikan alat bukti dan kesaksian bantahan apa pun.
Disamping itu, Pemohon mendalilkan pasangan Humas melakukan pelanggaran secara sistematis, terstruktur dan masif. Pelanggaran ini berupa ketidaknetralan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kab. Gresik melalui Dinas Pertanian Kabupaten Gresik hingga jajaran Penyuluh Pertanian Lapangan dengan mengikutsertakan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) serta melibatkan Produsen Pupuk Petrobio untuk mendukung pasangan Humas.
Berdasarkan bukti, Mahkamah mencatat ucapan para Pegawai Dinas Pertanian. Secara tersirat maupun tersurat, ucapan dalam campuran bahasa Indonesia dan bahasa Jawa ini sedang memberikan pengarahan kepada para peserta Gapoktan untuk mendukung pasangan Humas.
Mahkamah berpendapat, Pihak Terkait telah melakukan pelanggaran yang sistematis dan masif yang menciderai nilai-nilai “bebas” dan “jujur” dalam pelaksanaan pemilihan umum sebagaimana telah diatur dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
Menurut Mahkamah, sengketa dalam proses pemilukada kerap terjadi karena tahap perkembangan sosial politik dari masyarakat dan aparatur serta pelaksana pemilu yang dipandang belum bisa melepaskan diri dari kultur birokrasi masa lalu. Selain itu, karena adanya kelemahan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang wewenang lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa yang timbul dalam proses Pemilukada.
Lebih lanjut dalam pembacaan putusan, Mahkamah memaparkan bahwa di dalam UUD 1945, asas kedaulatan rakyat (demokrasi) selalu dikaitkan dengan asas negara hukum (nomokrasi) sebagaimana diatur di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Sebagai konsekuensi logisnya, demokrasi tidak dapat dilakukan berdasarkan pergulatan kekuatan-kekuatan politik an sich, tetapi juga harus dapat dilaksanakan sesuai dengan aturan hukum.
Oleh sebab itu, keputusan yang hanya berdasar kehendak suara terbanyak semata-mata, dapat dibatalkan oleh pengadilan jika di dalamnya terdapat pelanggaran terhadap nomokrasi (prinsip-prinsip hukum) yang bisa dibuktikan secara sah di pengadilan.
Alhasil, dalam amar putusan sebelum menjatuhkan putusan akhir, Mahkamah menangguhkan berlakunya Keputusan KPU Kab. Gresik No. 80/Kpts/KPU-Gresik-014.329707/2010, bertanggal 1 Juni 2010, tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gresik Tahun 2010.
Selanjutnya, Mahkamah memerintahkan kepada KPU Kab. Gresik untuk melakukan pemungutan suara ulang Pemilukada Kab. Gresik Tahun 2010 di Kecamatan Bungah, Driyorejo, Menganti, Kedamean, Benjeng, Cerme, Duduksampeyan, Kecamatan Kebomas, dan Kecamatan Balong Panggang.
Terakhir, melaporkan kepada Mahkamah hasil pemungutan suara ulang tersebut selambat-lambatnya 60 hari setelah putusan ini dibacakan. (Nur Rosihin Ana)

MK Perintahkan Pemungutan Suara Ulang Pemilukada Gresik di Sembilan Kecamatan

Nomor 28/PHPU.D-VIII/2010

Pemohon:
Sambari Halim Radianto dan Moh. Qosim (SQ).
Termohon:
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Gresik.
Pihak Terkait
Husnul Khuluq dan M. Musyaffa’ Noer (Humas)
Pokok Perkara:
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Gresik Tahun 2010.
Tanggal Registrasi
7 Juni 2010
Amar Putusan:
Sebelum menjatuhkan putusan akhir;
§  Menangguhkan berlakunya Keputusan KPU Kab. Gresik Nomor 80/Kpts/KPU-Gresik-014.329707/2010, bertanggal 1 Juni 2010, tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kab. Gresik Tahun 2010;
§  Memerintahkan kepada KPU Kab. Gresik untuk melakukan pemungutan suara ulang Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kab. Gresik Tahun 2010 di Kecamatan Bungah, Kecamatan Driyorejo, Kecamatan Menganti, Kecamatan Kedamean, Kecamatan Benjeng, Kecamatan Cerme, Kecamatan Duduksampeyan, Kecamatan Kebomas, dan Kecamatan Balong Panggang;
§  Melaporkan kepada Mahkamah hasil pemungutan suara ulang tersebut selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah putusan ini dibacakan.
Tanggal Putusan:
24 Juni 2010


Sambari Halim Radianto dan Moh. Qosim (SQ) adalah pasangan peserta Pemilukada Kab. Gresik Tahun 2010 dengan no. urut 3. Pasangan SQ mengajukan permohonan keberatan terhadap Keputusan KPU Kab. Gresik No. 80/Kpts/KPU-Gresik-014.329707/2010, bertanggal 1 Juni 2010, tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dalam Pemilukada Kab. Gresik Tahun 2010.
Berdasarkan penetapan KPU Gresik, pasangan SQ memperoleh 208.129 suara. Sedangkan pasangan Humas (Pihak Terkait), calon no. urut 5, memperoleh 233.531 suara.
Sementara itu, berdasarkan perhitungan tim pemenangan pasangan SQ, perolehan suara pasangan Humas adalah 218.830 suara. Sedangkan perolehan suara pasangan SQ sebesar 222.830 suara.


Pendapat Mahkamah

Mahkamah dalam pendapatnya menyatakan berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan yang diajukan pasangan SQ. Pendapat tersebut didasarkan pada inti permohonan yaitu terjadinya perbedaan hasil penghitungan rekapitulasi perolehan suara antara Pemohon dan Termohon dalam Pemilukada Kab. Gresik Tahun 2010. Pemohon juga mendalilkan bahwa perolehan suara yang diraih Pihak Terkait diperoleh dengan cara melanggar berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang menurut Mahkamah hal tersebut dapat mempengaruhi perolehan suara pasangan calon. Dengan demikian, maka Mahkamah akan mempertimbangkan pokok permohonan.
Pemohon mendalilkan terjadinya perbedaan hasil rekapitulasi penghitungan suara antara yang ditetapkan oleh Termohon dan hasil penghitungan Pemohon. Berdasarkan Bukti P-6, perolehan suara Pemohon yang dibuat oleh Saksi Tim SQ (Pemohon), Choirul Anam, sebesar 222.830 suara (37,68%) dan Pihak Terkait memperoleh 218.830 suara (37,00%). Namun, berdasarkan Lampiran Model DB-2 KWK tentang Pernyataan Keberatan Saksi dan Kejadian Khusus yang Berhubungan dengan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dalam Pemilukada Kab. Gresik Tahun 2010 (Bukti T-1), diketahui bahwa Saksi Pemohon yaitu H. Hariyadi, S.H., M.H. dan Choirul Anam menuliskan bahwa hasil perolehan suara pasangan SQ berjumlah 220.830 suara, sedangkan pasangan Humas berjumlah 215.200 suara.
Berdasarkan bukti-bukti dan keterangan saksi-saksi Termohon di persidangan, Mahkamah berpendapat bahwa Pemohon tidak konsisten dalam mendalilkan besaran perbedaan suara yang didalilkannya. Sebab Bukti P-6 yang hanya berupa surat pernyataan yang dibuat sendiri oleh Saksi Pemohon, Pemohon tidak memiliki bukti-bukti autentik lainnya untuk mendukung dalil Pemohon mengenai perbedaan hasil rekapitulasi perolehan suara antara Pemohon dan Termohon. Pemohon tidak bisa mendalilkan di KPPS, PPS, atau PPK mana saja perbedaan suara itu terjadi. Oleh karenanya, dalil Pemohon tidak terbukti menurut hukum dan harus dinyatakan ditolak.
Mengenai berbagai pelanggaran perundang-undangan terkait proses Pemilukada, Pemohon mendalilkan terjadinya kelebihan pencetakan kartu pemilih dan surat suara karena tidak mendasarkan pada DPT Kab. Gresik. Hal ini berakibat pada amburadulnya distribusi dan pelaporan rekapitulasinya di 17 Kecamatan, yaitu Dukun, Duduksampeyan, Wringin Anom, Panceng, Ujung Pangkah, Sidayu, Manyar, Cerme, Menganti, Kebomas, Driyorejo, Sangkapura, Tambak, Gresik, Benjeng, Kedamean, dan Kecamatan Bungah. Pemohon mencurigai kelebihan pencetakan ini berpotensi digunakan penggelembungan suara dan mengindikasikan keberpihakan kepada salah satu pasangan calon.
Berdasarkan Bukti P-7 sampai dengan Bukti P-23A dan Bukti T-4 sampai dengan Bukti T-54 dan keterangan saksi-saksi Termohon di persidangan, Pemohon tidak bisa membuktikan kecurigaannya dengan menyebutkan secara rinci di mana saja terjadi penggelembungan suara. Pemohon juga tidak bisa menunjukkan bentuk keberpihakan Termohon kepada salah satu pasangan calon. Oleh karenanya, Mahkamah berpendapat, dalil Pemohon tidak terbukti menurut hukum dan harus dinyatakan ditolak.
Dalil Pemohon mengenai terjadinya warga yang memiliki lebih dari satu surat undangan untuk mencoblos di lebih dari satu TPS dan warga yang mencoblos dua kali di TPS yang berbeda, kini sedang dalam proses penyidikan pihak Kepolisian. Pemohon juga mendalilkan adanya anak-anak di bawah umur yang terdaftar dalam DPT di Desa Balong Panggang dan ditemukan adanya beberapa surat suara telah tercoblos pada pasangan Humas di TPS 4 Desa Pulopancikan, Kecamatan Gresik.
Berdasarkan permohonan dalam posita angka 8, Pemohon menyebutkan bahwa seseorang yang bernama Heri Ghufron di Desa Gedangan Kecamatan Sidayu diberi tiga surat undangan Model C4 KWK untuk mencoblos di tiga TPS berbeda. Namun yang bersangkutan hanya menggunakan sekali. Sementara Bukti P-24 dan P-25 hanya mencantumkan dua surat panggilan atas nama Heri Ghufron dan Heri Hufron.
Terhadap seorang warga bernama M. Farid di Desa Gedangan Kec. Sidayu yang diberi dua surat panggilan untuk mencoblos di dua tempat yang berbeda, sementara berdasarkan Bukti P-26, Pemohon hanya menunjukkan bukti adanya satu surat panggilan atas nama M. Farid. Pemohon dalam persidangan juga tidak mengajukan bukti tambahan dan kesaksian terkait dalilnya. Jikalau pun benar M. Farid mencoblos dua kali, Pemohon tetap tidak bisa membuktikan kepada siapa suara M. Farid tersebut diberikan.
Berdasarkan permohonan dalam posita angka 10, Pemohon menemukan seorang warga bernama Faridah Setiawati, warga Desa Suci, Kec. Manyar, mencoblos dua kali di tempat yang berbeda. Saat ini kasus tersebut dalam proses penyidikan kepolisian (Bukti P-28, P-29, dan P-30).
Terhadap dalil Pemohon tersebut, Mahkamah, dalam persidangan, telah mendengar keterangan Saksi dari Termohon, Mukhsin, selaku Ketua KPPS TPS 7 Desa Suci, Kec. Manyar. Mukhsin menerangkan bahwa di TPS-nya terjadi kasus satu orang mencoblos dua kali. Hal tersebut diketahui saat si pelaku akan mencelupkan jari ke tinta. Saksi menerangkan bahwa Anggota KPPS-nya menanyai si pelaku mencoblos nomor berapa, dan si pelaku mengaku mencoblos pasangan SQ. Berdasarkan kesepakatan dengan Saksi pasangan SQ yang ada di TPS tersebut, maka untuk suara pasangan SQ dikurangi satu suara. Saksi meminta ke Saksi pasangan SQ untuk membuat pernyataan tidak keberatan untuk tidak mensahkan satu suara. Kemudian, berita acara ditandatangani bersama dan tidak ada masalah serta tidak ditindaklanjuti secara hukum.
Mahkamah dalam persidangan juga telah mendengarkan keterangan Saksi dari Pihak Terkait, Faridah Setiawati yang melakukan pencoblosan dua kali di TPS 7 Desa Suci, Kec. Manyar, tersebut. Saksi mengaku disuruh mencoblos dua kali oleh Ibu Suwati, kerabat jauh Saksi. Ibu Suwati mengatakan, “Mbak tolong ini kartu suara anak saya. Tolong cobloskan Nomor 3, kalau bisa Nomor 3. Kalau nggak bisa, ya terserah kamu.” Kemudian Saksi mencoblos no. 3, sementara Saksi menyatakan rahasia untuk pilihannya sendiri. Saksi ketahuan mencoblos dua kali saat akan mencelupkan jarinya ke tinta. Saksi datang mencoblos pertama kali Pukul 10.00 WIB, dan berikutnya Pukul 12.45 WIB. Saksi tidak mengatakan ke petugas KPPS jika sebelumnya sudah memilih di TPS yang sama. Saksi bersedia mencoblos dua kali karena disuruh oleh orang yang lebih tua dan masih kerabat sendiri. Saksi tidak diberi uang untuk melakukan hal itu. Terhadap tindakannya ini, Saksi telah diperiksa di Panwas Kab. Gresik tanggal 1 Juni 2010.
Saat di Panwas, Saksi ditanyai apakah surat pernyataan (Bukti P-29) yang disodorkan padanya yang berisi bahwa Saksi ialah Tim pasangan calon no. urut 5, ialah Saksi sendiri yang membuat. Saksi menjawab bahwa surat pernyataan itu bukan dia yang membuat karena nama yang tercantum di surat pernyataan itu berbeda, yaitu Lailatul Farida. Surat pernyataan itu sendiri ditandatangani Saksi di bawah tekanan, yaitu pada malam hari Pukul 21.00 di rumah bibinya. Saksi dipaksa oleh Tim SQ dengan cara dikunci pintu rumahnya dan diancam akan dilaporkan ke polisi jika tidak mau menandatangani surat pernyataan tersebut. Karena ada di bawah ancaman dan Saksi takut, maka Saksi menandatangani surat pernyataan yang di dalamnya tertera nama orang lain, yaitu Lailatul Farida selaku pendukung Humas yang mengakui telah mencoblos dua kali.
Dalam persidangan, Mahkamah juga telah mendengar keterangan Saksi dari Pihak Terkait, Suwati, yang mengakui bahwa dia menyuruh Saksi Faridah Setiawati mencoblos atas nama anaknya karena merasa sayang apabila surat panggilan untuk anaknya itu tidak dipergunakan, sementara anaknya sendiri waktu hari pencoblosan sedang pergi. Saksi meminta Saksi Faridah memilih pasangan SQ karena melihat para tetangganya sebagian memilih SQ.
Berdasarkan keterangan Saksi Mukhsin, Saksi Faridah Setiawati, dan Saksi Suwati, diketahui bahwa Saksi Faridah melakukan pencoblosan dua kali dan memilih pasangan SQ, bukan pasangan Humas sebagaimana tercantum dalam Bukti P-29 dari Pemohon yang diragukan keabsahannya. Kemudian Saksi Faridah ternyata mencoblos dua kali di TPS yang sama, bukan di dua TPS yang berbeda sebagaimana didalilkan Pemohon di dalam positanya.
Berdasarkan permohonan dalam posita angka 11, Pemohon mendalilkan telah ditemukan dalam satu desa di Balong Panggang saja, anak di bawah umur sudah didaftar dalam DPT dan memperoleh Kartu Pemilih mungkin ikut melakukan pencoblosan. Warga tersebut adalah Anwar Syaifudin, Abdul Jaelani, Nizar Habib Majid, Aprilian Fajar Shidiq, dan Surahman Hidayat Aldianto (Bukti P-31, P-32, P-33, P-34, dan P-35).
Setelah mencermati Bukti Pemohon dan Termohon (Bukti T-60), jika dihitung per tanggal 26 Mei 2010 sebagai hari pencoblosan Pemilukada Kab. Gresik, terdapat satu nama yaitu Surohman Hidayat Al Dianto yang belum genap berusia 17 tahun (Bukti P-35). Mencermati pula posita Pemohon yang menyatakan, “…mungkin ikut melakukan pencoblosan..” maka Mahkamah berpendapat bahwa dalil Pemohon tersebut hanyalah bersifat asumsi belaka karena tidak disertai adanya pembuktian lebih lanjut baik melalui alat bukti tertulis maupun kesaksian. Jikalau pun benar, kelima anak tersebut menggunakan hak pilih mereka, Pemohon tetap tidak bisa membuktikan suara mereka diberikan kepada pasangan calon yang mana. Selain itu, jumlah lima suara sangat tidak signifikan mempengaruhi perbedaan suara Pasangan Calon Pemohon dan Pihak Terkait;
Berdasarkan permohonan dalam posita angka 12, Pemohon mendalilkan telah menemukan beberapa surat suara yang telah tercoblos pada pasangan Humas di TPS 4 Desa Pulopancikan, Kec. Gresik (Bukti P-6).
Terkait hal tersebut, Mahkamah telah membaca keterangan/jawaban Pihak Terkait yang menyatakan bahwa fakta yang terjadi adalah ada satu surat suara yang telah dicoblos oleh pemilih kemudian surat suara tersebut minta ditukar dengan alasan sudah tercoblos. Oleh KPPS, surat suara tersebut telah dianggap sebagai surat suara rusak, sehingga tidak ada pasangan calon yang dirugikan dalam kejadian tersebut. Hal ini sesuai dengan Bukti P-36 yang diajukan oleh Pemohon yang hanya berisi satu gambar surat suara tercoblos di pasangan Humas, sementara dalam dalil positanya Pemohon menyatakan “…beberapa surat suara..”. Terhadap hal ini, Pemohon tidak menyertakan bukti tambahan dan kesaksian untuk memperkuat dalil “…beberapa surat suara…” tersebut, sehingga Mahkamah berpendapat Pemohon tidak dapat membuktikan dalilnya;
Berdasarkan bukti-bukti dan keterangan saksi tersebut di atas, Mahkamah berpendapat dalil Pemohontidak terbukti menurut hukum dan harus dinyatakan ditolak.
Sementara itu, mengenai dalil yang menyatakan adanya surat KPU Pusat No. 313/KPU/V/2010 bertanggal 25 Mei 2010, yang mengesahkan coblos tembus asalkan tidak tembus pada pasangan calon lain. Hal ini menyebabkan ketidakkonsistenan dalam menentukan sah atau tidak sahnya coblosan. Di sisi lain, surat KPU Pusat tersebut diketahui pada malam hari, sehingga kurang sosialisasi dan seharusnya dilakukan penghitungan ulang karena akan mempengaruhi perolehan suara Pemohon menjadi jauh lebih banyak dari calon lain.
Terhadap dalil Pemohon tersebut, Mahkamah, berdasarkan Putusan No. 27/PHPU.D-VIII/2010, bertanggal 17 Juni 2010, telah menyatakan sekaligus memperkuat Surat KPU No. 321/KPU/V/2010 bertanggal 27 Mei 2010 yang isinya menyatakan bahwa Surat KPU Nomor 313/KPU/V/2010 bertanggal 25 Mei 2010 berlaku sejak surat tersebut diterbitkan dan tidak berlaku surut. Oleh karena pelaksanaan pencoblosan Pemilukada Kab. Gresik berlangsung pada hari Rabu, 26 Mei 2010, maka penghitungan suara mulai dari KPPS hingga rekapitulasi tingkat Kab. Gresik harus mengacu pada Surat KPU Nomor 313/KPU/V/2010 bertanggal 25 Mei 2010 tersebut. Namun, setelah mencermati permohonan dan bukti-bukti yang diajukan Pemohon, Mahkamah berpendapat bahwa Pemohon tidak dapat membuktikan klaimnya bahwa jika dilakukan penghitungan ulang maka perolehan suara Pemohon akan melebihi pasangan calon lain. Pemohon di dalam permohonannya tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai berapa surat suara coblos tembus dinyatakan sah dan surat suara coblos tembus dinyatakan tidak sah sehingga pada akhirnya mengubah hasil akhir rekapitulasi perolehan suara setiap pasangan calon dan membuktikan bahwa Pemohon memperoleh suara terbanyak. Meskipun berdasarkan Lampiran Model DB-2 KWK tentang Pernyataan Keberatan Saksi dan Kejadian Khusus yang Berhubungan dengan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dalam Pemilukada Kab. Gresik Tahun 2010 (Bukti T-1), diketahui bahwa Saksi Pemohon yaitu H. Hariyadi, S.H., M.H. dan Choirul Anam telah menuliskan keberatan perihal inkonsistensi sah atau tidak sahnya surat suara coblos tembus. Namun Pemohon dalam persidangan tidak menyertakan bukti-bukti dan kesaksian yang mendukung dalilnya. Oleh karenanya, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon tidak terbukti menurut hukum dan harus dinyatakan ditolak.
Kemudian dalil Pemohon mengenai terjadinya praktik money politic di Desa Sungonlegowo Kec. Bungah dan Desa Krikilan Kec. Driyorejo. Praktik money politic juga terjadi Dusun Mojotengah, Desa Mojotengah, Kec. Menganti yang dilakukan seorang warga, Abdul Qohar Hasyim.
Terkait dalil ini, Mahkamah, dalam persidangan telah mendengar keterangan Saksi dari Pemohon, antara lain, Saksi Sa’adatul Hidayah, Kasiatun, dan Ruchainah yang masing-masing mengaku telah diberi uang Rp. 10.000,00 oleh Tim Sukses Pihak Terkait dan diminta mencoblos Pasangan Calon Pihak Terkait, dan kemudian saat di TPS, para Saksi mencoblos Pasangan Calon Pihak Terkait tersebut. Keterangan para Saksi ini diperkuat oleh keterangan Saksi dari Pemohon, yaitu Saksi Su’udi dan Matkirom yang melihat kejadian pemberian uang tersebut (Bukti P-38, P-39, dan P-40).
Mahkamah dalam persidangan juga mendengar keterangan Saksi dari Pihak Terkait, Makhyaroh, yang berdasarkan Bukti P-37 tentang surat penyataan telah melakukan praktik money politic di Desa Sungonlegowo berupa pemberian uang sebesar Rp. 20.000,00 kepada seseorang bernama Salbiyah. Saksi Makhyaroh menerangkan bahwa dia sebenarnya dituduh melakukan kegiatan money politic oleh Tim SQ saat membagi-bagikan uang. Terhadap kejadian tersebut, Saksi menyatakan bahwa uang itu berasal dari Haji Nafi’, seorang pengusaha peci di Gresik, untuk membagi-bagi uang sedekah Haji Nafi’ ke 48 orang di kampung Saksi. Per orang mendapatkan Rp. 20.000,00. Berdasarkan alat bukti tertulis dan keterangan Saksi dari Pemohon ini, Termohon dan Pihak Terkait tidak mengajukan alat bukti dan saksi bantahan;
Terkait dalil Pemohon yang menyatakan telah terjadi praktik money politic di Desa Krikilan, Kec. Driyorejo, Mahkamah dalam persidangan telah mendengar keterangan Saksi dari Pemohon, Aris Gunawan, yang pada 25 Mei 2010, Pukul 22.00 WIB melihat seseorang bernama Saeroji (Saksi Pihak Terkait) dan Hadi mendatangi rumah seorang Ta’mir Masjid bernama Muhammad Bisri menyerahkan uang Rp. 270.000,00. Saksi kemudian melanjutkan membuntuti Saeroji hingga di belakang Balai Desa, tempat TPS 7, dan melihat Saeroji menyerahkan uang Rp. 240.000,00 ke seorang Anggota Linmas bernama Basuki. Saksi kemudian menangkap Saeroji. Saksi bertanya kepada Saeroji perihal peruntukan uang tersebut, dan berdasarkan penuturan Saksi, Saeroji mengatakan bahwa uang itu merupakan amanah dari Hadi yang memperoleh uang itu dari Tim Sukses Bapak Khuluq (Pasangan Calon Nomor Urut 5) untuk dibagi-bagi sebesar Rp. 10.000,00-an. Tindakan Saksi Aris ini diketahui pula oleh Saksi dari Pemohon, Setyo Santoso, yang turut berada di tempat kejadian.
Mahkamah dalam persidangan juga mendengarkan keterangan Saksi dari Pihak Terkait, Saeroji, yang pada pokoknya membantah keterangan Saksi Aris. Saksi Saeroji menyatakan bahwa dia sebenarnya hanya dititipi uang oleh temannya, Bapak Hadi, untuk diserahkan kepada Muhammad Bisri dan Basuki tanpa diberi tahu uang itu akan dipergunakan untuk apa. Selain keterangan saksi-saksi di atas, Mahkamah telah memeriksa Bukti P-43A dan Bukti P-43B yang tidak disertai dengan bukti bantahan dari Termohon dan Pihak Terkait.
Dalil Pemohon mengenai seorang warga bernama Abdul Qohar Hasyim dari Dusun Mojotengah, Desa Mojotengah, Kecamatan Menganti, yang mengundang ratusan warga di rumahnya dan mengajak para warga tersebut untuk memilih pasangan Humas. Seusai pertemuan, Abdul Qohar Hasyim memberi amplop bergambar pasangan Humas yang berisi uang Rp. 50.000,00 kepada undangan yang datang.
Mahkamah dalam persidangan telah mendengar keterangan Saksi dari Pemohon, antara lain, Saksi Sriamah, Tiasih, Sekah, dan Rubikah. Para Saksi yang mencoblos di TPS 4 Desa Mojotengah, Kecamatan Menganti ini menceritakan bahwa pada hari Sabtu, 22 Mei 2010, para Saksi diundang ke rumah Abdul Qohar Hasyim dan masing-masing diberi amplop bergambar pasangan Humas dan berisi uang Rp. 50.000,00 (Bukti P-54 sampai dengan Bukti P-63) serta diberi pesan untuk memilih pasangan Humas. Di hari pencoblosan, para Saksi memilih pasangan Humas.
Mahkamah juga telah memeriksa Bukti P-52A tentang Surat Keputusan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Gresik No. 424/PC/A.II/L-09/VII/2009 tentang Tim Pemenangan Dr. H. Husnul Khuluq, Drs., MM. dalam Pilbup 2010 PCNU Gresik bertanggal 1 Juli 2009. Dalam lampirannya pada susunan Tim Pengarah, tertera nama K.H. Qohar Hasyim, sementara berdasarkan Bukti PT-15 tentang Susunan Tim Kampanye Pasangan Humas Kec. Menganti bertanggal 19 Maret 2010, tidak tertera nama Abdul Qohar Hasyim. Mahkamah juga telah memeriksa Bukti PT-17 mengenai surat pernyataan Abdul Qohar Hasyim bertanggal 2 Juni 2010 tentang pemberian santunan kepada fakir miskin.
Berdasarkan keterangan Saksi dan bukti-bukti di atas, serta mendasarkan pada keyakinan hakim, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon terbukti dan cukup beralasan hukum.
Pemohon mendalilkan Termohon telah melakukan pelanggaran yang sistematis, terstruktur, dan terorganisir. Menurut Pemohon, Termohon dan jajarannya dianggap berpihak kepada Pihak Terkait berdasarkan Bukti P-51 tentang adanya Surat Hasil Perolehan Suara dari Quick Count pasangan Humas yang dikeluarkan pada Pukul 11.15 WIB, sebelum pemungutan suara berakhir.
Terhadap dalil dimaksud, Termohon dan Pihak Terkait tidak memberikan alat bukti dan kesaksian bantahan apa pun. Maka dengan mendasarkan pada keyakinan hakim, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon cukup beralasan hukum.
Pemohon mendalilkan Termohon menerbitkan Surat Keputusan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara bertanggal 1 Juni 2010, sementara Rapat Pleno berakhir pukul 00.35 WIB sehingga sudah dihitung memasuki tanggal 2 Juni 2010 dan Saksi Pemohon baru menerima Surat tersebut pada hari Rabu, 2 Juni 2010, Pukul 17.00 WIB. Oleh karenanya, Pemohon merasa sangat dirugikan karena Termohon sengaja menghambat upaya hukum dari Pemohon ke Mahkamah. Termohon juga tidak memberikan berita acara rekapitulasi penghitungan suara PPK kepada Pemohon sampai permohonan keberatan ini diajukan ke Mahkamah.
Kewenangan Mahkamah adalah memeriksa, mengadili dan memutus perselisihan hasil pemilukada yang diajukan oleh pemohon dalam tenggang waktu sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 5 Peraturan MK No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara Dalam perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah yakni paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah Termohon menetapkan hasil penghitungan suara Pemilukada di daerah yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan tersebut Mahkamah tidak berwenang menilai penentuan waktu dikeluarkannya Surat Keputusan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara. Oleh karenanya, sudah sepatutnya Mahkamah tidak mempertimbangkan lebih lanjut dalil Pemohon.
Pemohon mendalilkan adanya penambahan DPT baru untuk 43 Pemilih di Desa Sidomoro, Kec. Kebomas, pada 25 Mei 2010, 7 jam sebelum hari pencoblosan, adalah melanggar Pasal 33 ayat (1) Peraturan KPU No. 67 Tahun 2009 yang menyatakan “Untuk keperluan pemeliharaan Daftar Pemilih Tetap yang sudah disahkan oleh PPS sebagaimana yang dimaksud Pasal 24 dalam jangka waktu 7 hari sebelum hari pemungutan suara, tidak dapat diadakan perubahan kecuali terdapat pemilih yang meninggal dunia”. Pemohon meyakini bahwa proses penerbitan DPT baru di luar ketentuan tidak hanya terjadi di Kecamatan Kebomas karena Termohon dan jajarannya telah berkali-kali melanggar ketentuan perundang-undangan.
Mahkamah dalam Putusan No. 102/PUU-VII/2009 tertanggal 6 Juli 2009 menyatakan bahwa warga negara yang belum terdaftar dalam DPT dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan KTP atau Paspor yang masih berlaku, sehingga seandainya pun tidak dilakukan penambahan DPT warga masih dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan identitas yang masih berlaku yakni KTP atau Paspor. Oleh karenanya, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon tidak terbukti menurut hukum dan harus dinyatakan ditolak.
Pemohon mendalilkan Pihak Terkait telah melakukan pelanggaran secara sistematis, terstruktur, dan masif yang dengan sendirinya telah mempengaruhi hasil akhir perolehan suara bagi masing-masing pasangan calon. Pelanggaran berupa ketidaknetralan di jajaran aparatur birokrasi (Pegawai Negeri Sipil) melalui Dinas Pertanian Kab. Gresik hingga jajaran Penyuluh Pertanian Lapangan dengan mengikutsertakan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) serta melibatkan Produsen Pupuk Petrobio untuk mendukung pasangan Humas.
Mahkamah dalam persidangan telah mendengar keterangan 8 orang saksi yang diajukan oleh Pemohon bernama M. Tojip (Sekretaris Gapoktan Kec. Menganti), Sapari Wibowo (Anggota Gapoktan Kec. Kedamean), Sanuji (Bendahara Gapoktan Desa Sidoraharjo Kec. Kedamean), Sukarto (Anggota Gapoktan di Desa Lundo Kec. Benjeng), Suparman (Anggota Gapoktan Kec. Cerme), Su’an (Anggota Gapoktan Kec. Duduksampeyan), Abdul Mukis (Anggota Gapoktan Desa Kedanyang Kec. Kebomas) dan Mudji Santoso (Anggota Gapoktan dari Dusun Jedong, Kec. Balongpanggang) yang pada pokoknya masing-masing saksi menyatakan bahwa telah terjadi sosialisasi penggunaan pupuk Petrobio yang di dalamnya juga diisi dengan arahan dan ajakan untuk memilih Pihak Terkait serta pembagian kaos bergambar pasangan Humas.
Mahkamah, dalam persidangan juga telah mendengar 5 Saksi dari Pihak Terkait, antara lain, Slamet (Ketua Gapoktan “Tani Rahayu” Desa Beton, Kec. Menganti, Suyatno (Ketua Gapoktan “Dewi Sri” Desa Duduksampeyan), Eko Susilo (Ketua Gapoktan “Rukun Tani” Desa Wahas, Kec. Balongpanggang), Edy Sutrisno (PNS, Koordinator Penyuluh Pertanian Lapangan di Kec. Cerme), dan Sutikno (Koordinator PPL yang membawahi enam penyuluh di Kec. Sedayu) yang pada pokok keterangannya membantah keterangan Saksi dari Pemohon, bahwa pada saat sosialisasi penggunaan pupuk Petrobio, tidak ada arahan dan ajakan untuk memilih pasangan Humas dan tidak ada pembagian kaos bergambar pasangan Humas.
Saksi Pihak Terkait bernama Suyatno yang pada awalnya membantah pembagian kaos pasangan Humas. Namun setelah diperlihatkan di persidangan Bukti P-45 dari Pemohon berupa gambar video CD acara Gapoktan di Kecamatan Duduksampeyan yang di dalamnya terekam pembagian kaos di hadapan Pegawai Dinas Pertanian dan dan para peserta membiarkan saja aktifitas itu, Saksi Suyatno akhirnya menyatakan bahwa peristiwa itu terjadi setelah acara ditutup dan Saksi tidak merespon tindakan itu karena Saksi juga tidak menyukai tindakan itu.
Selanjutnya Mahkamah telah memeriksa lebih lanjut Bukti P-45 tersebut dan menemukan fakta bahwa pembagian kaos pasangan Humas terjadi pada menit ke 08:30 dan menit ke 09:25. Bukti ini sekaligus membantah keterangan Saksi Suyatno yang menyatakan bahwa pembagian kaos dilakukan setelah acara selesai.
Berdasarkan bukti tersebut, Mahkamah juga telah mencatat ucapan para Pegawai Dinas Pertanian yang baik secara tersirat maupun tersurat sedang memberikan pengarahan kepada para peserta Gapoktan di acara tersebut untuk mendukung pasangan Humas yang beberapa kalimatnya diucapkan dalam campuran bahasa Indonesia dan bahasa daerah Jawa yang kemudian, oleh Mahkamah, diterjemahkan ke bahasa Indonesia.
Mahkamah juga telah memeriksa Bukti PT-18 dan PT-19 tentang kumpulan surat pernyataan PNS PPL dan Pengurus Gapoktan serta petani, yang di dalamnya juga memuat pernyataan seseorang bernama Pi’in yang oleh Saksi dari Pemohon, Mudji Santoso, diterangkan pernah menemui Saksi. Pi'in menyatakan menyesal telah membuat surat pernyataan yang isinya menyatakan tidak pernah diperintah oleh Dinas Pertanian memenangkan Pasangan Humas. Namun pada kenyataannya yang terjadi adalah sebaliknya;

Pemilukada Ulang di Sembilan Kecamatan

Berdasarkan fakta-fakta yang terbukti secara sah berupa pelanggaran praktik money politic telah berupaya mempengaruhi pemilih pada saat proses pemungutan suara belum ditutup, Mahkamah berpendapat Pihak Terkait telah melakukan pelanggaran yang sistematis dan masif yang menciderai nilai-nilai “bebas” dan “jujur” dalam pelaksanaan pemilihan umum sebagaimana telah diatur dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
Pasangan SQ dalam petitumnya meminta dilakukannya pemungutan suara ulang di enam kecamatan, yaitu, Kedamean, Benjeng, Menganti, Balong Panggang, Wringin Anom, dan Driyorejo. Selain itu, memohon kepada Mahkamah untuk menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya apabila berpendapat lain.
Mahkamah berpendapat proses Pemilukada Kab. Gresik telah diwarnai pelanggaran-pelanggaran yang cukup serius yang bersifat sistematis, terstruktur, dan masif. Pelanggaran terjadi bukan hanya selama masa pemungutan suara, namun juga terjadi sebelum pemungutan suara, sehingga yang diperlukan adalah dilakukannya pemungutan suara ulang di sembilan Kecamatan, yaitu, Bungah, Driyorejo, Menganti, Kedamean, Benjeng, Cerme, Duduksampeyan, Kebomas, dan Balong Panggang.
Dalam amar putusan, sebelum menjatuhkan putusan akhir, Mahkamah menyatakan menangguhkan berlakunya Keputusan KPU Gresik No. 80/Kpts/KPU-Gresik-014.329707/2010, bertanggal 1 Juni 2010. Selanjutnya, memerintahkan kepada KPU Gresik untuk melakukan pemungutan suara ulang di 9 kecamatan, yaitu Bungah, Driyorejo, Menganti, Kedamean, Benjeng, Cerme, Duduksampeyan, Kebomas, dan Kecamatan Balong Panggang. Terakhir, melaporkan kepada Mahkamah hasil pemungutan suara ulang tersebut selambat-lambatnya 60 hari setelah putusan ini dibacakan. (Nur Rosihin Ana)