>

Harmoni...

Jakarta, September 2010.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 28 Agustus 2011

Mahkamah Perintahkan KPU Pati Lakukan Pemungutan Suara Ulang



Kuasa Hukum Pemohon, diwakili salah satunya oleh Alteria Dahlan saat pembacaan putusan perkara PHPU.D Kab. Pati dengan amar putusan adalah pemungutan suara ulang, Senin (22/8).
Jakarta, MKOnline – Silang sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Pati, Jawa Tengah, memasuki tahap yang sangat menentukan yaitu pengucapan putusan di Mahkamah Konstitusi (MK). Mahkamah dalam sidang pleno yang digelar pada Senin (22/8/2011) mengabulkan seluruh permohonan yang diajukan oleh pasangan Imam Suroso-Sujoko. Mahkamah memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pati untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) Pemilukada Pati Tahun 2011.
Dalam amar putusan terhadap pokok permohonan perkara Nomor 82/PHPU.D-IX/2011 ini Mahkamah membatalkan beberapa produk Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab Pati. Produk KPU Pati yang dibatalkan yaitu keputusan mengenai penetapan pasangan calon, berita acara rekapitulasi hasil penghitungan suara, keputusan penetapan hasil suara bagi pasangan calon, keputusan penetapan pasangan calon peserta Pemilukada Pati Putaran Kedua.


Dalam amar putusan terhadap pokok permohonan perkara Nomor 82/PHPU.D-IX/2011 ini Mahkamah membatalkan beberapa produk Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab Pati. Produk KPU Pati yang dibatalkan yaitu keputusan mengenai penetapan pasangan calon, berita acara rekapitulasi hasil penghitungan suara, keputusan penetapan hasil suara bagi pasangan calon, keputusan penetapan pasangan calon peserta Pemilukada Pati Putaran Kedua.

Sunarwi-Tejo Pramono Didiskualifikasi


Setelah membatalkan produk KPU Pati tersebut di atas, Mahkamah dalam amar putusannya mendiskualifikasi pasangan Sunarwi-Tejo Pramono sekaligus memerintah KPU Pati melakukan verifikasi persyaratan bakal pasangan calon Imam Suroso-Sujoko untuk menggantikan pasangan calon Sunarwi-Tejo Pramono. Mahkamah juga memerintahkan KPU Pati menetapkan kembali pasangan calon.

Selain itu, memerintahkan KPU Pati melakukan pemungutan suara ulang dalam Pemilukada Pati Tahun 2011. Terakhir, memerintahkan KPU, Bawaslu, KPU Provinsi Jawa Tengah, Panwaslu Pati untuk mengawasi pemungutan suara ulang tersebut sesuai dengan kewenangannya.

Mahkamah berpendapat dalil-dalil Imam Suroso-Sujoko terbukti menurut hukum. Menurut Mahkamah, bakal pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Pati Tahun 2011 yang secara sah diusulkan oleh PDIP adalah pasangan Imam Suroso-Sujoko. Namun karena KPU Pati belum melakukan verifikasi persyaratan pasangan ini, maka Mahkamah memerintahkan kepada KPU Pati untuk melakukan verifikasi persyaratan Imam Suroso-Sujoko. Apabila setelah verifikasi ternyata memenuhi syarat sebagai pasangan calon, maka pasangan tersebut harus diikutsertakan dalam Pemilukada Pati Tahun 2011.

Pada kesempatan yang sama, secara berurutan Mahkamah membacakan putusan perkara Nomor 81/PHPU.D-IX/2011 mengenai sengketa Pemilukada Pati yang diajukan pasangan Slamet Warsito-Sri mulyani. Makamah menyatakan permohonan Slamet Warsito-Sri mulyani tidak dapat diterima. Sebab dengan adanya perintah Mahkamah untuk melakukan pemungutan suara ulang sebagaimana amar putusan Nomor 82/PHPU.D-IX/2011 yang diajukan Imam Suroso-Sujoko di atas, maka objek yang menjadi keberatan dalam permohonan Slamet Warsito-Sri mulyani menjadi tidak relevan untuk dipertimbangkan lebih lanjut. (Nur Rosihin Ana/mh)

Selasa, 23 Agustus 2011

Menungggu Putusan Uji Materi UU Kesehatan

Kuasa Hukum Pemohon Uji Materi UU tentang Kesehatan Saat menjelaskan perbaikan permohonan di hadapan majelis hakim, Selasa (23/8) di ruang sidang Pleno MK.
Jakarta, MKOnline – Peringatan bahaya rokok dalam UU Kesehatan kembali kembali digelar dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (23/8/2011) pagi. Sidang perkara 43/PUU-IX/2011 dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan dilaksanakan oleh Panel Hakim yang terdiri dari Muhammad Alim selaku ketua, didampingi harjono dan Maria farida Indrati selaku anggota.
Menanggapi perbaikan permohonan, Ketua Pleno Muhammad Alim membertahukan, bahwa permohonan yang diajukan, ada kesamaan dengan permohonan Nomor 34 /PUU-IIX/2010. “Permohonan Nomor 43/PUU-IX/2011 yang Anda mohonkan ini adalah persis sama dengan Permohonan Nomor 34/PUU-IIX/2010,” Kata Alim.

Riwayat perkara nomor 34/PUU-IIX/2010 yang juga mengenai uji materi UU Kesehatan, saat ini sudah selesai pemeriksaannya dan tinggal menunggu pengucapan putusan. Menurut Alim, sebaiknya pemeriksaan perkara 43/PUU-IX/2011 menunggu pengucapan putusan perkara 34/PUU-IX/2010. Sebab, perkara 34/PUU-IX/2010 yang mempermasalahkan “tafsir zat adiktif” pada tembakau, materi yang diujikan juga sama, yaitu Pasal 114 UU Kesehatan dan penjelasannya.

Sementara itu, kuasa hukum para Pemohon, Tubagus Haryo Karbianto, mengakui kemiripan uji materi UU Kesehatan yang diujikan kliennya dengan permohonan Nurtanto Wisnu Brata, Amin Subarkah, dkk (perkara Nomor 34/PUU-IX/2010). Namun dia memohon Mahkamah mempertimbangkan perbedaan sudut pandang (angle) dari dua permohonan tersebut. “Kami mohon sebagai Pemohon untuk tetap mempertimbangkan angle-nya yang agak berbeda dari Perkara Nomor 34 Tahun 2010 kemarin,” pinta Tubagus.

Seperti diketahui, pada Senin (18/7/2011) lalu, Mahkamah menggelar sidang perdana Uji materi Pasal 114 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang diajukan oleh Widyastuti Soerojo dan Muherman Harun, beserta Ikatan senat mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI). Para Pemohon menganggap peringatan berupa tulisan bahaya rokok yang tertera pada bungkus rokok, tidak efektif.

Pemohon menganggap penjelasan Pasal 114 UU Kesehatan bertentangan dengan Pasal 199 ayat (1) UU yang sama. Pada Pasal 199 ayat (1) dinyatakan, ”Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau memasukkan rokok ke dalam wilayah Negara Kesatuan republik Indonesia dengan tidak mencantumkan peringatan kesehatan berbentuk gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).”

Sedangkan penjelasan Pasal 114 UU Kesehatan menyatakan, ”Yang dimaksud dengan ’peringatan kesehatan’ dalam ketentuan ini adalah tulisan yang jelas dan mudah terbaca dan dapat disertai gambar atau bentuk lainnya”. Adanya kata ”dapat” dalam penjelasan Pasal 114 UU Kesehatan tersebut menurut Pemohon menjadikan peringatan pada Pasal 199 tidak bersifat mutlak. Sehingga, produsen rokok bisa menggunakan peringatan bahaya rokok dalam bentuk tulisan saja tanpa menyertakan gambarnya. Padahal, menurut Pemohon, peringatan dalam bentuk gambar lebih efektif dan terbuka dalam menyampaikan informasi mengenai bahaya merokok dibanding hanya menuliskan peringatan tersebut. (Nur Rosihin Ana)

Kamis, 11 Agustus 2011

Kapolres Pati Paparkan Proses Pengamanan Pemilukada


Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi mengorek keterangan saksi terkait Sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Pati, Kamis (11/8) siang di Ruang Sidang Panel MK.
Jakarta, MKOnline – Sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Pati memasuki tahapan mendengar keterangan saksi di persidangan Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (11/8/2011) siang. Di depan Panel Hakim Konstitusi yang diketuai Achmad Sodiki didampingi Anggota Panel Harjono dan Ahmad Fadlil Sumadi, Kapolres Pati paparkan proses pengamanan Pemilukada Pati berdasarkan operasi Tata Praja Mina Tani.
Kapolres Pati menerjunkan 489 personilnya untuk mengamanankan setiap tahapan Pemilukada. “Sampai saat ini, proses pelaksanaan Pilkada yang dilakukan oleh Polri dalam keadaan aman,” kata Kapolres. Kendati demikian, lanjutnya, pihaknya menerima empat laporan pengaduan Pemilukada berupa pemalsuan materai, perbuatan tidak menyenangkan, penyalahgunaan gelar akademik dan terakhir adanya perusakan di Kec. Wedarijaksa.
Kapolres juga membantah adanya pengepungan kantor KPU Pati sebagaimana keterangan Guntur, saksi pasangan Imam Suroso-Sujoko (Pemohon perkara Nomor 82/PHPU.D-IX/2011). “Tidak ada yang namanyamengepung KPU. Artinya kami mensterilkan kantor KPU agar tidak terjadi intervensi sehingga KPU mempunyai independensi,” terangnya.
Selanjutnya Anggota Panel Hakim Harjono mengkonfrontir keterangan Kapolres dengan keterangan Guntur. Menurut Guntur, pada 19 Mei, Kantor KPU Pati yang terletak di kompleks Stadion Joyokusumo dikepung ribuan pendukung pasangan Sunarwi-Tejo Pramono. “Pada tanggal 19, jam 18.30 kami mau menyerahkan berkas kelengkapan administrasi pasangan calon Bapak Imam Suroso dan Bapak Sujoko,” terang Guntur. Guntur juga menerangkan adanya keributan dan perampasan berkas yang dibawa oleh Sujoko di Kantor KPU Pati.
Harjono kembali menanyakan Kapolres Pati berkaitan dengan aksi pengepungan Kantor KPU Pati oleh ribuan massa pendukung Sunarwi-Tejo. “Kalau ribuan, Yang Mulia, enggak mungkin,” bantah Kapolres Pati yang saat kejadian mengaku berada KPU Pati. “Kalau tidak mungkin, Bapak lihat banyak massa enggak di situ?” tanya Harjono. “Ada massa, tetapi lebih banyak polisinya, Yang Mulia,” jawab Kapolres Pati .
Panel Hakim pun memberikan kesempatan kepada bakal calon wakil bupati Sujoko menyampaikan keterangan. Menurut Sujoko, pada 11 Mei, setelah berkas pencalonannya lengkap, Sujoko mencari Ketua DPC PDIP Pati, Sunarwi, dan Sekretaris DPC PDIP. Namun, Sunarwi terus menghindar dengan alasan sedang pergi ziarah. “Saya dihindari terus, Pak Narwi Ziarah,” kata Sujoko. Kemudian, lanjutnya, pagi hari pada 17 Mei, Sujoko mendatangi rumah tetangganya, Endro Jatmiko yang merupakan anggota KPU Pati untuk minta penjelasan ikhwal kewenangan memasukkan berkas yang hanya bisa dilakukan oleh Ketua dan Sekretaris DPC PDIP Pati. “Saya datang mau minta penjelasan ini kenapa harus ketua dan sekretaris untuk memasukkan berkas? Wong saya ini wakil ketua,” terangnya. Kabar yang dia dapat dari istri Endro menyatakan Endro sudah pergi ke KPU. “Ngapain ini tanggal merah kok ke KPU?” seloroh Sujoko.

Wewenang Ketua dan Sekretaris DPC
Sementara itu, Ketua KPU Pati Nursastro Salomo dalam jawabannya menyatakan, pada 17 Mei KPU menerima penggantian pasangan dari Sunarwi yang diusung PDIP, yaitu semula mengusung pasangan Imam Suroso-Sujoko, berganti menjadi pasangan dari Sunarwi-Tejo.
“Apakah memang cukup rekomendasi itu dari DPC saja atau harus dari DPP, menurut yang Saudara tahu?” tanya Anggota Panel Hakim Ahmad Fadlil Sumadi. “Tidak ada rekomendasi, Yang Mulia. Yang ada surat pengajuan penggantian calon,” jawab Nursastro. Selain itu, tambah Nursastro, rekomendasi tidak dipersyaratkan dalam aturan undang-undang.
Memperkuat jawaban KPU Pati, KPU Provinsi Jawa Tengah menyatakan, yang berwenang memperbaiki, melengkapi atau mengajukan pasangan calon baru yaitu pimpinan partai politik. Yang dimaksud pimpinan partai politik sesuai regulasi Pasal 59 ayat (1) huruf a menyebutkan, pimpinan partai politik adalah ketua dan sekretaris partai politik pada tingkat daerah pencalonannya. “Jadi yang berhak mencalonkan termasuk memperbaiki dan mengajukan pasangan calon baru adalah ketua dan sekretaris DPC partai politik masing-masing,” terang KPU Jateng.
Kemudian terkait dengan rekomendasi, lanjutnya, tidak ada satu pasal pun dalam undang-undang dan peraturan KPU menyatakan bahwa rekomendasi adalah syarat yang harus diserahkan kepada KPU. “Jadi ada rekomendasi atau tidak ada rekomendasi itu menjadi permasalahan internal partai politik,” tegas KPU Jawa Tengah. (Nur Rosihin Ana/mh)

Selasa, 09 Agustus 2011

Syarat Perceraian Potensial Disalahgunakan


Ahli dari Pemohon Uji Materi UU Perkawinan, Bismar Siregar, Marzuki Darusman, dan Makarim Wibisono saat persidangan yang dimohonkan oleh Halimah Agustina binti Abdullah Kamil di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (9/8).
Jakarta, MKOnline – Pengujian konstitusionalitas materi UU 1/1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) yang diajukan Halimah Agustina binti Abdullah Kamil, kembali disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (9/8/2011). Persidangan untuk perkara Nomor 38/PUU-IX/2011 mengegendakan mendengar keterangan ahli.
Di hadapan sembilan Hakim Konstitusi yang diketuai Moh. Mahfud MD, kuasa Pemerintah, H. Tulus menyatakan, perkawinan dalam bahasa agama disebut mitsâqan ghalîzhan yaitu suatu perjanjian yang kuat, menghalalkan yang haram dan menjadikan ibadah. Perkawinan dimaksudkan untuk membentuk sebuah kehidupan keluarga yang kekal, utuh, harmonis, bahagia, dan sejahtera., serta merupakan bentuk penghambaan diri kepada Allah SWT.
“Untuk itu, dalam perkawinan diperlukan adanya saling pengertian, kesepahaman, kesadaran untuk membangun sebuah keluarga yang sakînah, mawaddah, dan wa rahmah,” kata Tulus membacakan keterangan tertulis Pemerintah.

Jalan Terakhir
UU Perkawinan, in casu pengaturan tentang putusnya perkawinan, menurut pemerintah, telah memberikan rambu-rambu yang cukup memadai guna memberikan jalan keluar bagi para pihak suami-istri apabila tidak dapat mempertahankan kerukunan rumah tangganya. Pasal 39 ayat (1) UU Perkawinan yang menyatakan, “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.”
“Ketentuan ini menunjukkan bahwa perceraian merupakan jalan terakhir yang harus ditempuh apabila kedua belah pihak tidak dapat mempertahankan keutuhan rumah tangganya,” jelas Tulus.
Menurut Pemerintah, kasus perceraian yang terjadi antara Pemohon (Halimah Agustina binti Abdullah Kamil) dengan suaminya (Bambang Trihatmodjo bin H.M. Soeharto) adalah terkait dengan implementasi praktik penegakan hukum yang dilakukan oleh penegak hukum, dalam hal ini Hakim pada Pengadilan Agama dan bukan merupakan persoalan konstitusionalitas ketentuan yang dimohonkan untuk diuji tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut, Pemerintah memohon kepada Mahkamah agar menolak permohonan Halimah. “Menolak permohonan pengujian Pemohon seluruhnya,” pinta Tulus.

Potensi Disalahgunakan
Pada kesempatan yang sama, Halimah yang diwakili kuasa hukumnya, Chairunnisa Jafizham dan Laica Marzuki, menghadirkan tiga orang ahli, yaitu Bismar Siregar, Marzuki Darusman, dan Makarim Wibisono. Bismar Siregar, dalam keterangannya mengatakan, perceraian antara Bambang Tri Soeharto dengan Halimah setelah sekian puluh tahun mereka membina kehidupan rumah tangga, memunculkan pertanyaan. Sebab permohonan Kasasi Bambang diperiksa dan diadili oleh Hakim Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa hubungan antara Bambang dengan Halimah tidak sesuai dengan kerukunan. Oleh karena itu, Bambang berhak untuk menjatuhkan talak.
Sementara itu Marzuki Darusman mengatakan, penjelasan Pasal 39 ayat (2) huruf f UU Perkawinan berpotensi untuk disalahgunakan. “Masalah yang mungkin timbul di antaranya, terutama adalah akibat dari adanya perbuatan salah satu pihak, pada umumnya laki-laki dalam hubungan dengan pihak ketiga yang tidak dapat diterima oleh pihak lainnya, pada umumnya pihak perempuan. Dalam praktik, keadaan inilah yang menyebabkan penjelasan Pasal 39 ayat (2) huruf f lebih banyak merugikan pihak perempuan dan mengakibatkan hak-hak perempuan sebagai hak-hak asasi manusia menjadi rentan,” jelas Marzuki.
Senada dengan Marzuki, ahli Pemohon Makarim Wibisono menyatakan, penjelasan Pasal 39 ayat (2) huruf f tersebut merugikan kaum perempuan dan istri karena tidak memberikan keadilan baginya dan mencerminkan tidak adanya persamaan hak bagi kaum perempuan dan istri dengan hak suami. Para suami dapat dengan mudah menceraikan istrinya dengan alasan terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran.
“Karena ketentuan itu tidak meminta atau membutuhkan kejelasan mengenai siapa penyebabnya, siapa pemicunya, atau apa yang menjadi klausa primanya. Ini adalah hal yang tidak adil, siapa pun kaum perempuan atau istri yang membangun rumah tangga dengan dasar luhur, bersumber dari rasa cinta dan kasih sayang tidak akan dapat menerima jika suaminya selingkuh dan menjalani hubungan gelap dengan Wanita Idaman Lain (WIL),” tandas Makarim. (Nur Rosihin Ana/mh)

KPU Pati Bantah Diskualifikasikan Pasangan Bakal Calon dari PDIP

Kuasa Hukum KPU Pati, Umar Ma’ruf menanggapi permohonan pasangan Slamet Warsito-Srimulyani (Pemohon perkara Nomor 81/PHPU.D-IX/2011), Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kab. Pati, di ruang sidang Pleno MK, Selasa (9/8).
Jakarta, MKOnline – Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Pati, Jawa Tengah, kembali digelar dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (9/8/2011). Persidangan yang dilaksanakan oleh Panel Hakim yang diketuai Achmad Sodiki, didampingi Ahmad Fadil Sumadi dan Harjono, mengagendakan mendengar jawaban Termohon Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pati, mendengar keterangan Pihak Terkait, dan Pembuktian.
Menanggapi permohonan pasangan Slamet Warsito-Srimulyani (Pemohon perkara Nomor 81/PHPU.D-IX/2011), KPU Pati melalui kuasa hukumnya, Umar Ma’ruf dalam eksepsinya menyatakan permohonan kabur (obscuur libel). “Dalam permohonan, Pemohon tidak menunjuk berkaitan dengan persoalan murni PHPU-nya. Yang didalilkan adalah berkaitan dengan persoalan pelanggaran yang bersifat struktur, sistematis, dan massif,” kata Umar.
Umar juga mematahkan dalil permohonan Slamet Warsito-Srimulyani mengenai persoalan pemberian berita acara rekapitulasi hasil Pemilukada. KPU Pati telah melakukan kewajibannya yaitu memberikan hasil berita acara rekap kepada lima pasangan calon yang hadir. ”Pemohon pada saat rekapitulasi hadir, tetapi kemudian belum selesai sudah keluar. Maka tentunya kami tidak bisa memberikan. Kemudian kita susuli ke tempat saksi daripada Pemohon. Dan saksi Pemohon tidak bersedia untuk menerima rekapitulasi berita acara ini,” imbuh Umar.
Selain itu, KPU Pati juga membantah dalil pasangan Slamet Warsito-Srimulyani mengenai quick count yang dilakukan KPU Pati. “Yang kami lakukan adalah perhitungan sementara. Dan perhitungan sementara ini kami lakukan untuk 83% dari TPS, bukan 100%,” bantah Umar.
Kemudian, berkaitan dengan persoalan TPS yang berada di halaman rumah kepala desa, Umar menjelaskan tidak adanya larangan berkaitan dengan hal tersebut. “Yang ada larangan sebagaimana PKPU Nomor 72 Tahun 2009 adalah tempat ibadah termasuk halamannya tidak dibenarkan untuk digunakan sebagai tempat pemungutan suara,” terang Umar. KPU Pati juga menegaskan tidak mengetahui adanya mobilisasi PNS dan penggunaan fasilitas Negara. Pihaknya mengaku tidak tidak mendapatkan klarifikasi dari Panwaslu Pati. 

Masalah Internal PDIP
Dalam kesempatan yang sama KPU Pati juga Menaggapi permohonan pasangan Imam Suroso-Sujoko (Pemohon perkara Nomor 82/PHPU.D-IX/2011). KPU Pati bersikukuh tidak pernah melakukan diskualifikasi atau menggugurkan bakal pasangan calon Imam Suroso-Sujoko. KPU Pati mengakui Imam Suroso-Sujoko adalah bakal pasangan calon yang pernah diusulkan dan didaftarkan oleh DPC PDIP Pati pada saat pendaftaran tanggal 5 Mei 2011.
Kemudian oleh DPC PDIP pada saat perbaikan, diajukan penggantian dengan calon baru. Penggantian calon baru ini sesuai dengan ketentuan Pasal 60 ayat (3) UU Nomor 12 Tahun 2008. “Jadi harus dipahami ini persoalan internal PDI Perjuangan, bukan persoalan hubungan antara Pemohon dengan KPU Kabupaten Pati,” terang Umar.
Selanjutnya Umar Ma’ruf, kuasa hukum KPU Pati menjelaskan detil kronologi tahapan verifikasi pasangan Imam Suroso-Sujoko. Pada 11 Mei 2011, kata Umar, ada utusan dari bakal pasangan calon hadir ke KPU, yang akan melengkapi berkas. “Tetapi karena tidak pada waktunya, maka kami tidak bisa menerima,” kata Umar.
Selain itu, lanjutnya, sebagaimana ketentuan, yang berhak untuk menambah kelengkapan berkas adalah partai politik dalam hal ini DPC PDIP Pati. Sedangkan yang hadir saat itu bukan dari DPC PDIP. “Seandainya yang hadir pun adalah DPC PDIP, karena waktunya tidak sesuai dengan yang kami tentukan, pasti kami akan tolak karena waktu perbaikan adalah pada tanggal 13 Mei sampai 19 Mei 2011,” jelas Umar.
Kemudian, lanjut Umar, pada tanggal 17 Mei 2011, pada masa perbaikan berkas, Ketua DPC PDIP Pati, Sunarwi, didampingi Sekretaris DPC PDIP datang ke KPU Pati untuk melakukan penggantian bakal pasangan calon. Semula pasangan calon yang diusung PDIP adalah Imam Suroso-Sujoko, berganti menjadi pasangan Sunarwi-Tejo Pramono. Hal ini, kata Umar, sesuai dengan ketentuan Pasal 60 ayat (3) UU Nomor 12 tahun 2008.
”Karena yang hadir adalah Ketua dan Sekretaris DPC PDIP Perjuangan Kabupaten Pati maka penggantian calon itu kami terima, dan hal ini pun dalam rangka prinsip kehati-hatian kami melakukan konsultasi ke KPU Pusat, dan KPU Pusat menyatakan, penuhi ketentuan di dalam undang-undang ini, sehingga kami melaksanakan ini,” tandas Umar. (Nur Rosihin Ana/mh)

Senin, 08 Agustus 2011

Pasangan Slamet-Srimulyani dan Imam-Sujoko Mohonkan Pemilukada Pati Diulang


Nazrul Ichsan Nasution, kuasa hukum Pemohon perkara Nomor 81/PHPU.D-IX/2011, Slamet Warsito-Srimulyani memberikan penjelasan atas permohonan sengketa Pemilukada Pati, Senin (8/8/2011) di ruang Sidang Pleno MK.
Jakarta, MKOnline – Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang digelar pada 24 Juli 2011 lalu, menyisakan silang sengketa. Satu dari enam pasangan calon yang berlaga dalam Pemilukada Pati dan satu pasangan bakal calon yang tidak lolos verifikasi mengajukan keberatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena tidak puas dengan proses Pemilukada Pati. Keduanya yaitu pasangan calon Slamet Warsito-Srimulyani dan pasangan bakal calon Imam Suroso-Sujoko.
Menanggapi permohonan pasangan kedua pasangan ini, Mahkamah menggelar sidang sengketa Pemilukada Pati, Senin (8/8/2011). Sidang pendahuluan ini dilaksanakan oleh Panel Hakim yang terdiri dari Harjono sebagai Ketua Panel, didampingi Anggota Panel Ahmad Fadlil dan Anwar Usman.
Nazrul Ichsan Nasution, kuasa hukum Slamet Warsito-Srimulyani (Pemohon perkara Nomor 81/PHPU.D-IX/2011) di hadapan Panel Hakim Konstitusi menyampaikan keberatan terhadap Termohon Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pati yang telah mengeluarkan penetapan pasangan calon bupati dan wakil bupati peserta Pemilukada Putaran Kedua.
Nazrul menganggap KPU Pati tidak profesional menjalankan tugasnya karena tidak menaati asas Pemilukada. “Kami sebagai pasangan calon, tidak pernah diberikan baik itu keputusan dalam bentuk apa pun,” kata Nazrul. Misalnya, kata Nazrul, pihaknya tidak pernah mengetahui isi formulir DB. “Kemudian keputusan nomor urut, penetapan pasangan calon itu tidak pernah sama sekali kami terima,” imbuhnya. 
Selain itu, Nazrul juga membeber sejumlah dalil pelanggaran. Antara lain adanya TPS di rumah kepala desa, praktik money politics, mobilisasi aparatur pemerintahan dan tenaga honorer, serta penggunaan fasilitas negara.
Oleh karena itu, dalam pokok permohonan (petitum), pasangan Slamet Warsito-Srimulyani meminta kepada Mahkamah agar membatalkan Berita Acara KPU Pati Nomor 45/BA/KPU/VIII/2011 tanggal 26 Juli 2011 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilukada Pati. Kemudian menyatakan Keputusan KPU Pati tentang penetapan pasangan calon peserta Pemilukada Pati Putaran Kedua adalah tidak sah dan batal demi hukum. Slamet Warsito-Srimulyani juga meminta Mahkamah memerintahkan KPU Pati mendiskualifikasi pasangan Sunarwi-Tejo Pramono dan pasangan Haryanto-Budiono dan melaksanakan pemungutan suara ulang di seluruh wilayah Kabupaten Pati.

Klaim Rekomendasi DPP PDI Perjuangan
Pemohon pasangan Imam Suroso-Sujoko (Pemohon perkara Nomor 82/PHPU.D-IX/2011) melalui kuasa hukumnya, Arteria Dahlan menegaskan adanya rekomendasi dari DPP PDIP sebagai partai pengusung pasangan Imam Suroso-Sujoko. “Rekomendasi sudah jelas ditujukan kepada Imam Suroso dan Sujoko oleh PDI Perjuangan,” tegas Arteria di awal keterangannya.

Pada mulanya, kata Arteria, Sunarwi yang saat itu masih menjabat Ketua DPC PDIP Pati, bersama Sekertaris DPC PDIP Pati, Irianto, dan Wakil Ketua DPD PDIP, mendaftarkan pasangan pasangan Imam Suroso-Sujoko ke KPU Pati. Saat itu juga, kata Arteria, Sunarwi menyatakan dukungan kepada Imam Suroso-Sujoko.
Namun, keputusan KPU Pati menetapkan pasangan calon yang diusung PDIP adalah Sunarwi-Tejo Pramono. “Ternyata, Yang Mulia, di perjalanan, terbit Keputusan 40 yang menyatakan, Imam Suroso tidak boleh ikut, yang ikut adalah Narwi,” lanjut Arteria.
Menurut Arteria, KPU Pati mengetahui rekomendasi PDIP bahwa calon yang diusung partai ini adalah Imam Suroso-Sujoko. Namun, KPU Pati menyatakan rekomendasi adalah urusan internal partai. KPU Pati beralasan Imam Suroso-Sujoko tidak melengkapi berkas sehingga diganti dengan Sunarwi-Tejo Pramono. Kemudian, DPD PDIP Jawa Tengah mendatangi kantor KPU Pati untuk klarifikasi, namun tidak diindahkan. Akhirnya, melalui Surat Keputusan (SK) Nomor 081/KPTS/DPP/V/2011 tanggal 19 Mei 2011, DPP PDIP membekukan kepengurusan DPC PDIP Pati yang dinahkodai Sunarwi.
“Jadi, kemudian siapa yang kemudian ikut di dalam Pemilukada itu yang mengatasnamakan PDIP?” tanya Ketua Panel Harjono. “Yang mengatasnamakan PDI Perjuangan namanya Sunarwi,” jawab Arteria.
Dalam pokok permohonan (petitum), pasangan Imam Suroso-Sujoko meminta Mahkamah membatalkan penetapan pasangan calon peserta Pemilukada Pati. Kemudian, mendiskualifikasi  Sunarwi-Tejo Pramono dan menyatakan pasangan Imam Suroso-Sujoko sebagai pasangan calon peserta Pemilukada Pati. Terakhir, memohon Mahkamah agar memerintahkan KPU Pati untuk menggelar Pemilukada ulang. (Nur Rosihin Ana)

Sumber:
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInternalLengkap&id=5683

Jumat, 05 Agustus 2011

Ahli Pemohon: Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan Multitafsir

Anna Erliana, ahli dari Pemohon sedang memberikan keterangan di hadapan Majelis Hakim terkait Uji Materi Undang-Undang Ketenagakerjaan, pada Kamis (4/8) di Ruang Sidang Pleno MK.
Jakarta, MKOnline – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materi UU Ketenagakerjaan, Kamis (4/8). Sidang kali ini beragendakan mendengarkan keterangan ahli dari Pemohon. Dua ahli diajukan oleh Pemohon, yaitu Anna Erliana dan Surya Chandra. Keduanya merupakan dosen di Fakultas Hukum UI dan Atmajaya.

Anna Erliana mendapat kesempatan pertama menyampaikan keterangannya terkait permohonan Pemohon. Pertama, Anna menyampaikan bahwa mengenai penafsiran gramatikal atas frasa ”belum ditetapkan” pada Pasal 155 ayat (2) memiliki tiga penafsiran yang berkembang di lapangan. ”Pertama, upah proses hanya 6 bulan. Kedua, upah proses hanya sampai tahap pengadilan hubungan industrial tahap pertama. Ketiga, upah proses sampai putusan hukum berkekuatan hukum tetap,” jelas Anna mengenai penafsiran frasa “belum ditetapkan”.

Pasal 155 ayat (2) sendiri berbunyi, ”Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya”.

Mengenai upah proses yang ditafsirkan hanya diberikan selama 6 bulan, Anna menjelaskan dalam prakteknya berkembang lebih luas lagi. Bagi para pekerja yang di-PHK dan kemudian mencari keadilan menurut Anna dapat menggunakan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 150 Tahun 2000 sebagai dasar hukum. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 150/2000 itu berbunyi, “Pembayaran upah proses atau upah yang  biasa diterima dan upah skorsing maksimal 6 bulan”.

Selanjutnya, Anna menyampaikan bahwa berdasarkan pencermatannya terhadap Pasal 155 ayat (2) dan (3) UU Ketenagakerjaan secara jelas diatur mengenai kewajiban pengusaha untuk membayar upah pekerja selama proses perselisihan PHK berlangsung.

Namun, bila penafsiran secara gramatikal seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya masih tidak jelas maka dapat dilakukan penafsiran secara sistematis, yaitu menafsirkan Pasal 155 ayat (2) dengan ketentuan hukum lainnya. ”Pasal 155 tentang Upah Proses selama ada sengketa perselisihan hubungan industrial khususnya pemutusan hubungan kerja dapat dikaitkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 56 yang menyatakan Pengadilan Hubungan Industrial memeriksa dan memutus pada butir (c) di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja.” papar Anna.

Ahli Pemohon lainnya, Surya Chandra mendapat kesempatan kedua untuk menyampaikan keterangannya terkait permohonan uji materi Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan. Surya mengatakan selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja buruh harus melaksanakan segala kewajibannya. Artinya, pekerja harus tetap bekerja dan pengusaha harus tetap membayar upah atau hak-hak yang biasa diterima oleh pekerja.
Lebih lanjut Surya mengatakan frasa ”belum ditetapkan” itu mengacu kepada Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industri (PPHI). Namun, dalam prakteknya frasa itu bisa ditafsirkan bermacam-macam. Karena itu Surya setuju agar frasa ”belum ditetapkan” dipertegas lagi sehingga tidak menimbulkan kerancuan seperti yang selama ini terjadi.

”Dengan memperjelas tafsiran itu saya kira akan membantu hakim-hakim di pengadilan hubungan industrial khususnya, sehingga punya pilihan yang tegas. Juga, saya mendukung juga yang tadi dikatakan oleh Prof. Anna bahwa pasal ini penting untuk diberi kepastian hukum, khususnya bagi pihak pekerja. Yang memang secara sosilogis lemah walaupun secara hukum sama kedudukannya,” tutup Surya. (Yusti Nurul Agustin/mh)

Ahli Pemerintah: MK Tidak Berwenang Uji UU Ratifikasi Piagam ASEAN

M. Fajrul Falaakh, ahli yang dihadirkan oleh Pemerintah dalam sidang perkara nomor 33/PUU-IX/2011, Rabu (3/8).
Permohonan uji Undang-Undang No 38/2008 tentang Pengesahan Charter Of The Association Of Southeast Asian Nations (Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) ke Mahkamah Konstitusi merupakan error in subjectum litis. “Karena perjanjian internasional tentang badan hukum publik internasional yakni ASEAN Charter diperlakukan sama secara formal dan material dengan undang-undang,” ungkap M. Fajrul Falaakh, ahli yang dihadirkan oleh Pemerintah dalam sidang perkara nomor 33/PUU-IX/2011.   
Fajrul berpendapat, UU 38/2008 yang berisikan ratifikasi perjanjian internasional (berupa Piagam ASEAN) tersebut, tidak dapat disamakan dengan undang-undang biasa. Menurutnya, hal tersebut bukanlah original intent (maksud awal) dari pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur tentang perjanjian internasional.
Bahkan, ia bekesimpulan, MK tidak berwenang menguji UU 38/2008. Sebab, Konstitusi ataupun perundang-undangan lainnya tidak memberi kewenangan secara eksplisit kepada MK untuk menguji undang-undang ratifikasi. “Begitu pula MA (Mahkamah Agung) ataupun PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara),” tuturnya. Ia menegaskan, penyelesaian sengketa terkait Piagam ASEAN telah ditentukan tersendiri dalam Piagam tersebut, yakni dalam Pasal 24 hingga Pasal 28.
Menurut dia, pewadahan perjanjian internasional kedalam bentuk undang-undang hanyalah sebagai ‘kemasan’ saja. “Kemasan (dalam rangka) administrasi kenegaraan untuk luar negeri,” ungkapnya. Ia pun lalu mengingatkan agar dalam mengkaji perkara ini, jangan terjebak dalam formalitas saja. Karena menurutnya, pada substansinya, UU 38/2008 tersebut adalah perjanjian internasional. Dan, perjanjian internasional bukanlah kewenangan MK untuk mengujinya.
Jikalau MK mengabulkan permohonan Pemohon, ujar Fajrul, akan menjadi prseden baru dalam penegakan hukum, baik pada tataran nasional maupun internasional. “Pertama kalinya pengadilan nasional membatalkan perjanjian internasional,” ujarnya. Ahli lainnya, Soemadi Brotodiningrat, menambahkan, jikapun nanti MK membatalkan UU tersebut, maka hal itu tidak otomatis memutus keterikatan Indonesia terhadap perjanjian internasional sebagaimana tertuang dalam Piagam ASEAN.
Atas keterangan ahlinya itu, Fajrul pun sempat dihujani pertanyaan oleh para Hakim Konstitusi. Para Hakim Konstitusi banyak menyoroti pandangan Fajrul yang menyatakan bahwa undang-undang ratifikasi berbeda dengan undang-undang yang biasanya diuji oleh MK. Salah satu pertanyaan dilontarkan oleh Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva.
Saat itu Hamdan bertanya tentang posisi undang-undang ratifikasi dalam hierarki perundang-undangan sebagaiamana diatur dalam UU 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam jawabannya, Fajrul pun mengaku belum bisa menjelaskan secara gamblang atas pertanyaan ini. “Kita perlu diskusi tentang itu,” jawabnya. Yang jelas, menurutnya, undang-undang ratifikasi bukanlah undang-undang sebagiamana dimaksud dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945.
Selain itu, Soemadi berpendapat, manfaat dan keuntungan yang diambil dari keikutsertaan Indonesia dalam ASEAN lebih besar dibandingkan jika Indonesia tidak ikut serta. “Peran dan kontribusi ASEAN sangat signifikan,” ungkapnya. Belum lagi jika ditilik dari sudut hubungan diplomatik Indonesia di tingkat internasional. “Menambah bobot Indonesia dalam percaturan internasional.”
Ia juga membantah pernyataan bahwa pasar tunggal sangat erat hubungannya dengan neoliberalisme. Sebaliknya, menurutnya, pasar tunggal membuka kompetisi yang lebih fair dan mempererat hubungan antar negara sekawasan. “Saya tidak melihat kecenderungan sekarang ini mengarah pada free fight competition,” katanya. “Yang nampak justru kerja sama dan persaingan yang semakin rule based.”
Serbuan Barang Impor
Pada kesempatan yang sama, Pemohon juga sempat menghadirkan dua orang saksi. Mereka adalah Cupitno dan Muhamad Fadlil Kirom. Cupitno, seorang mantan karyawan di perusahaan biskuit, mengeluhkan dampak kebijakan pasar terbuka. Ia menuturkan, perusahaannya mengalami penurunan produksi mulai 2008 sampai 2010. Hingga akhirnya, 300 karyawan yang bekerja diperusahaan tersebut di PHK. Penyebab menurunya produksi, kata dia, disebabkan tidak lakunya barang. “Karena adanya produk luar yang lebih menarik dan harga terjangkau,” jelasnya.
Nasib serupa dialami pula oleh Muhamad Fadlil Kirom, petani bawang merah di Brebes. Ia mengungkapkan, petani bawang merah lokal semakin hari semakin kalah oleh serbuan bawang impor. Menurutnya, petani bawang secara nasional se-Indonesia telah merugi sekitar Rp 14 Triliun. Angka ini dia dapat dari berbagai sumber, diantaranya pemberitaan media massa dan data Badan Pusat Statistik. “Adanya bawang merah impor betul-betul merugikan,” ungkapnya. “Petani bawang merah akan mati dilumbung sendiri.”
Untuk sidang selanjutnya, akan digelar Selasa (23/8) di Ruang Sidang Pleno MK. Rencanannya, Pemerintah akan menghadirkan beberapa ahli lagi. (Dodi/mh)

Rabu, 03 Agustus 2011

Pemerintah Belum Tanggapi Pemohon SKLN Kutai Timur


Wakil dari Kementerian ESDM, Sutisna Prawira dan Agus Salim, saat Sidang Sengketa Kewenangan antara Bupati Kutai Timur dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Selasa (2/8), di ruang Sidang Pleno MK.
Jakarta, MKOnline – Sidang Sengketa Kewenangan antara Bupati Kutai Timur dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (2/8). Sidang pleno yang diketuai Ketua MK Moh. Mahfud MD ini beragendakan mendengarkan jawaban atau tanggapan dari Pemerintah.

Wakil Pemerintah Sutisna Prawira di awal sidang langsung menyatakan bahwa dirinya dan Agus Salim, yang mewakili Kementerian ESDM, sampai sidang keempat ini belum mendapat surat kuasa dari Menteri ESDM. Karena itu, Pemerintah dalam sidang kali ini belum dapat menyampaikan jawaban atas permohonan Pemohon.

“Bapak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, belum menandatangani (surat kuasa, red). Dan kedua juga mohon ijin, Yang Mulia, keterangan pemerintah kami sedang difinalkan dengan Kementerian Dalam Negeri karena ini terkait dengan masalah kewenangan juga dengan Kementerian Hukum dan HAM terkait dengan harmonisasi peraturan perundang-undangan. Jadi, kami mohon ijin pada hari ini sidang, kami belum bisa menyampaikan keterangan pemerintah,” ujar Sutisna.
Menanggapi ketidaksiapan Pihak Pemerintah itu, Mahfud yang memimpin jalannya sidang, mengingatkan bahwa selama ini sidang sudah berlangsung secara terbuka dan sudah memberi kesempatan cukup kepada pihak-pihak. Karena itu, Mahfud memutuskan sidang kali ini tidak dapat dilanjutkan.
“Kita tidak mungkin melanjutkan sidang hari ini. Oleh sebab itu sidang akan ditutup dan nanti Majelis Hakim akan memberitahu apakah perlu mendengarkan keterangan pemerintah atau tidak, karena sudah diberi kesempatan tidak datang. Sehingga nanti Majelis Hakim akan mempertimbangkan membuka sidang lagi untuk mendengar atau tidak perlu mendengar keterangan pemerintah. Dengan demikian sidang dinyatakan ditutup,” tandas Mahfud sembari menutup sidang yang berlangsung sangat singkat itu.
Permohonan Pemohon sendiri terkait dengan pengelolaan sumder daya alam di Kutai Timur. Pemohon merasa tidak bisa melakukan tindakan-tindakan pengelolaan potensi Sumber Daya Alam, khususnya Minerba, sebagaimana yang seharusnya diatur dalam Pasal 18 ayat (2) dan (5) UUD 1945. Pemohon menganggap pengelolaan Sumber Daya Alam di Kutai Timur seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten atau Pemohon demi kesejahteraan rakyat, bukannya oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian ESDM. “Sesuai Pasal 18 ayat (2) dan (5) UUD 1945 merupakan wewenang yang semestinya milik Pemerintah Kabupaten,” ujar Robikin pada persidangan pertama yang lalu. (Yusti Nurul Agustin/mh)