>

Harmoni...

Jakarta, September 2010.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 25 Januari 2011

PHPU Kab. Nias Selatan: Saksi Pemohon Terangkan Coblos Tembus Tidak Sah

Hakim Konstitusi, M. Akil Mochtar (ketua) dan Hamdan Zoelva (anggota) saat mendengarkan saksi pada sidang perselisihan pemilukada Kab. Nias Selatan, Selasa (25/1).
Jakarta, MKOnline - Sebagaimana dalam permohonan, para Pemohon antara lain mempersoalkan coblos tembus yang tidak berkenaan dengan kolom pasangan calon lain, dinyatakan tidak sah oleh Termohon. Dalam keterangannya, Herman Halawa, saksi pasangan Temazisokhi Halawa-Foluaha Bidaya di tingkat PPK Lolomatua, menjelaskan, pada 31 Desember 2011 digelar rapat rekapitulasi hasil suara di Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Lolomatua. Ketua PPK, kata Herman, hanya membacakan suara sah masing-masing calon. "Kenapa suara batal pencoblosan (tembus) simetris itu tidak dibacakan?" kata Herman menirukan pertanyaan para saksi. "Kita utamakan dulu yang sah, nanti saja yang batal-batal, yang simetris itu," lanjut Herman, menirukan jawaban Ketua PPK Lolomatua.
Demikian sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) Kabupaten Nias Selatan (Nisel) yang digelar pada Selasa (25/01/2011). Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini dilakukan oleh Panel Hakim M. Akil Mochtar yang bertindak sebagai ketua panel, didampingi dua anggota panel, Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva.
Permohonan perkara PHPU Kada Kab. Nisel ini diajukan oleh empat pasangan calon yang teridiri dari dua pasangan bakal calon dan dua pasangan calon bupati/wakil bupati Nisel. Dua pasangan bakal calon adalah Fahuwusa Laia-Rahmat Alyakin Dakhi (perkara No. 4/PHPU.D-IX/2011), dan pasangan Hadirat Manao-Denisman Bu’ololo (perkara No. 6/PHPU.D-IX/2011). Sedangkan dua pasangan calon adalah Faudu'asa Hulu-Afred Laia (perkara No. 5/PHPU.D-IX/2011) dan pasangan Temazisokhi Halawa-Foluaha Bidaya (perkara No. 7/PHPU.D-IX/2011).
Saksi lainnya, Felik Giawa, saksi di TPS I Desa Sukamaju Kec. Lolomatua, juga memperkuat keterangan saksi Herman. Menurut Felik,  dari 135 suara, terdapat 18 suara dianggap tidak sah karena tembus simetris. "Itu pencoblosan secara (tembus) simetris," kata Felik.
Ditanya Ketua Panel M. Akil Mochtar mengenai kondisi surat suara coblos tembus sehingga dianggap tidak sah oleh Termohon, Felik mengatakan, coblos tembus tersebut tidak mengenai kolom pasangan lainnya. "Tidak mengganggu gambar pasangan yang lain," jawab Felik. "Lalu tembusnya ke mana?" cecar Akil. "Dari gambar nomor urut 1, tembus pada kertas kosong di belakangnya," jelas Felik. Ke-18 suara coblos tembus yang dibatalkan Termohon tersebut, lanjut Felik, adalah suara untuk pasangan Temazisokhi Halawa-Foluaha Bidaya.
Senada dengan Felik, saksi pasangan no. urut 1 Temazisokhi Halawa-Foluaha Bidaya, Eli Halawa, Totonafo, Fa'ano Halawa, Faoro Hondro, Suardin Laia, Alisokhi Giawa, juga menerangkan adanya masalah coblos tembus simetris yang merugikan pasangan ini. Eli Halawa yang merupakan Korcam Lolowau menerangkan sejumlah suara tembus simetris yang dibatalkan Termohon yang terjadi di Kec. Lolowau. "Berapa banyak laporan yang Saudara terima dari saksi Saudara?" tanya Akil Mochtar. "1.269 suara," jawab Eli singkat.
Sedangkan Faoro Hondro, Korcam Kepulauan Batu, menyatakan menerima laporan saksi di TPS mengenai adanya coblos tembus yang dianggap tidak sah sebanyak 711. "Dari 711 suara itu, terdapat suara Temafol (pasangan Temazisokhi Halawa-Foluaha Bidaya) yang tembus simetris sebanyak 537 suara," jelas Faoro. (Nur Rosihin Ana/mh)


Sumber:

Senin, 17 Januari 2011

UU Pemberantasan Korupsi Untungkan Koruptor


Pemohon perkara nomor 3/PUU-IX/2011, R. Hamdani C.H. memberikan penjelasan mengenai permohonannya terkait uji materi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Senin (17/01/2011) bertempat di lt.4 gedung MK.
Jakarta, MK Online - Korupsi adalah perbuatan yang sangat menguntungkan bagi pelaku. Jika korupsi 10 milyar, dihukum 4 tahun penjara dan denda 1 milyar, maka masih sisa 9 milyar. Demikian dikatakan Pemohon R. Hamdani C.H., dalam sidang perkara nomor 3/PUU-IX/2011 yang digelar pada Senin (17/01/2011) bertempat di lt.4 gedung MK.
Hamdani yang menjabat Ketua Umum Pengurus Keluarga Besar Komite Kedaulatan Rakyat (PKB-KKR) ini menguji Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Pemberantasan Korupsi). Menurutnya, ketentuan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945.
Pasal 2 UU tersebut menyatakan: "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,- (Satu Milyar Rupiah)."
Ketidakjelasan batas minimal dan maksimal nilai korupsi, hukuman terhadap koruptor, dan penyalahgunaan kewenangan jabatan atau kedudukan yang merugikan negara atau rakyat, menurut Hamdani, turut andil memberikan kesempatan terjadinya tindak pidana korupsi. "Pasal ini memberi kesempatan orang untuk melakukan korupsi," dalil Hamdani.
Hamdani mendalilkan, kenyataanya Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 45 UU tersebut tidak mampu membuat para koruptor jera atau takut melakukan korupsi. Sebaliknya, mereka bangga melakukan korupsi secara berjamaah. "Yang kami minta adalah pasal yang bisa membuat jera para koruptor," pinta Hamdani. Berlakunya Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 45 mempunyai andil besar dalam pemasyarakatan dan pemberdayaan korupsi di Indonesia. Pekerjaan korupsi menurut para koruptor sangat menguntungkan bagi pelakunya. Meskipun dihukum mati, koruptor telah memperkaya keluarganya hingga tujuh turunan.
Di samping itu, dalam penerapannya terdapat diskriminasi antara tindak pidana yang dilakukan rakyat kecil dengan tindak pidana koruptor. Hal ini menurut Hamdani bertentangan dengna 27 Ayat (1) UUD 1945. "Pencuri kakau, pencuri piring, mendapatkan hukuman hampir sama dengan yang dijatuhkan oleh UU Nomor  31 Tahun 1999 tersebut," lanjut Hamdani.
Hamdani memohon kepada Mahkamah menyatakan tafsir Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 45 UU tersebut bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28I UUD 1945  dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Nasehat Hakim
Panel Hakim MK yang memeriksa perkara ini M. Akil Mochtar sebagai ketua panel, didampingi dua anggota, Achmad Sodiki, dan Maria Farida Indrati. Hakim Konstitusi Achmad Sodiki menanyakan ayat dalam Pasal 2 yang dimaksudkan  oleh Pemohon untuk diujikan. "Pasal 2 ini kan terdiri dari 2 ayat. Mana yang saudara gunakan, ayat 1 atau ayat 2?" tanya Sodiki. "Pasal 2 ayat 1," jawab Hamdani singkat.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menasehati mengenai cara penulisan dan sistimatika permohonan. Selain itu, Maria mengkategorikan permohonan yang diajukan berhubungan dengan implementasi UU. "Bukan pertentangan antara norma dalam UU ini dengan norma yang ada dalam konstitusi. Sedangkan pengujian UU berkisar tentang bunyi atau norma dalam satu pasal UU dengan UUD 1945. Itu yang harus diperbaiki lagi," jelas Maria.
Sedangkan Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar menanyakan masalah legal standing Pemohon. "Kalau saudara mewakili kepentingan badan hukum, maka harus ada pendaftaran sebagai badan hukum di instansi yang berwenang," nasehat Akil juga menanyakan hak konstitusional Pemohon yang dirugikan sebagai akibat berlakunya pasal-pasal yang diujikan. "Kerugian itu bisa bersifat aktual, bisa juga bersifat prediksi," jelas Akil. Pemohon lanjut Akil, diminta memperjelas hubungan sebab-akibat adanya kerugian konstitusional Pemohon. Jika ketentuan pasal yang diujikan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, kata Akil, maka kerugian Pemohon menjadi gugur. "Itu harus bisa saudara jelaskan. Itulah pintu masuk untuk menguji sebuah UU terhadap UUD 1945," kata Akil menasehati.
Sebelum menutup sidang panel pemeriksaan pendahuluan, Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar memberi kesempatan kepada Pemohon untuk melakukan perbaikan permohonan dalam jangka waktu 14 hari. (Nur Rosihin Ana/mh)

Sumber:

Selasa, 11 Januari 2011

Pedagang Telur, Daging Anjing dan Babi Persoalkan Sertifikat Halal


Netty Retta Herawaty Hutabarat pedagang daging anjing selaku salah satu Pemohon memberikan penjelasannya mengenai Permohonan UU Peternakan dan Kesehatan Hewan, pada sidang pemeriksaan perkara, Selasa (11/1) di Ruang Sidang Pleno MK.
Jakarta, MK Online - Pelaku usaha produk hewan harus mengantongi Sertifikat Veteriner dan Sertifikat Halal jika ingin menjual atau mengedarkan produknya di wilayah hukum NKRI. Ketentuan mengenai Sertifikat Veteriner dan Sertifikat Halal ini dinilai memberatkan kegiatan usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan kehidupan yang dijamin oleh UUD 1945.
Demikian sidang panel pengujian Pasal 58 Ayat (4) UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang digelar di Mahkamah Konstitusi, Selasa (11/1/2011).
Permohonan diajukan oleh Deni Juhaeni, I. Griawan Wijaya, Netty Retta Herawaty Hutabarat, dan Bagus Putu Mantra. Melalui kuasanya, Agus Prabowo, Para pemohon menyatakan hak-hak konstitusionalnya dirugikan akibat berlakunya Pasal 58 ayat (4) UU 18/2009 yang menyatakan: "Produk hewan yang diproduksi di dan/atau dimasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk diedarkan wajib disertai Sertifikat Veteriner dan Sertifikat Halal." Ketentuan tersebut menurut para Pemohon bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (2), Pasal 28A, Pasal 28D Ayat (1), dan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945.
Deni Juhaeni adalah pedagang Telur ayam yang melakukan kegiatan usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan kehidupannya serta keluarganya. "Berdasarkan ketentuan undang-undang dimaksud, pedagang telur diwajibkan untuk memiliki Sertifikat Halal dan sertifikat Veteriner pada saat mengedarkan produk dagangannya,'' kata kata kuasa Pemohon, Agus Prabowo.
Sedangkan I. Griawan Wijaya adalah pedagang daging babi, Netty Retta Herawaty Hutabarat pedagang daging anjing, dan Bagus Putu Mantra peternak babi. "Sebagai pedagang daging anjing dan babi, tidak memungkinkan untuk memiliki sertifikat halal. Dengan demikian mereka tidak dapat mengedarkan barang dagangannya di Indonesia," lanjut Agus Prabowo.
Dalam petitumnya, para Pemohon meminta dikabulkannya seluruh Permohonan. Selanjutnya, meminta Mahkamah menyatakan Pasal 58 ayat (4) UU 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan untuk perkara Nomor 2/PUU-IX/2011 ini dilaksanakan oleh panel hakim konstitusi Muhammad Alim sebagai ketua panel, didampingi dua anggota panel Ahmad Fadlil Sumadi dan Maria Farida Indrati. Dalam nasehatnya, hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi meminta Pemohon menjelaskan dengan argumentasi yang rasional-yuridis berdasarkan doktrin atau teori-teori hukum dan konstitusi. "Misalnya, kaitannnya dengan pluralitas, mayoritas, minoritas, atau wilayah khusus dan umum," kata Fadlil.
Sementara hakim konstitusi Maria Farida Indrati menanyakan berlakunya ketentuan dalam UU yang berdampak kerugian konstitusional Pemohon. "(kerugian) hanya serifikat halal saja? tanya Maria.
Kemudian Maria menasehati pemohon agar menyinggung masalah keberagaman masyarakat di Indonesia. Selain itu, saran adanya tinjuan hukum Islam. "Karena hukum juga merupakan sumber hukum positif," saran Maria.  
Sementara itu, ketua panel Muhammad Alim menyarankan Pemohon melakukan elaborasi istilah 'halal' dalam perspektif hukum Islam. Menurut Alim, kehalalan daging hewan menurut Islam bukan hanya terletak pada dzatnya. "Meskipun daging kerbau, tapi karena tidak disembelih menurut Islam, hukumnya haram, misalnya (mati) karena tertabrak, tercekik," jelas Alim.
Lebih lanjut Alim memaparkan mengenai pembatasan-pembatasan yang dimungkinkan untuk menghormati hak asasi orang lain. Daging yang bersertifikat halal adalah konsumsi orang Islam. "Bagi selain orang Islam, membeli daging yang bersertifikat halal boleh, yang tidak bersertifikat halal juga boleh?" jelas Alim. (Nur Rosihin Ana)

Sumber: