>

Harmoni...

Jakarta, September 2010.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 27 Juli 2011

Halimah Agustina Kamil Ajukan Bukti Uji Materi UU Perkawinan

Chairunnisa Jafizham Kuasa Hukum dari Halimah Agustina Kamil, mantan istri Bambang Trihatmodjo, saat membacakan permohonan pada sidang uji materi Undang-Undang (UU) nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan), Rabu (27/7) di Ruang Sidang Panel Gedung MK.
Jakarta, MKOnline – Permohonan Halimah Agustina Kamil, mantan istri Bambang Trihatmodjo, kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (27/7/2011). Persidangan untuk perkara Nomor 38/PUU-IX/2011 mengenai pengujian konstitusionalitas materi UU 1/1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) ini dilaksanakan oleh sebuah Panel Hakim yang diketuai Ahmad Fadlil Sumadi, didampingi Achmad Sodiki dan Harjono.


Halimah yang diwakili kuasa hukumnya, Chairunnisa Jafizham menyatakan, setelah melakukan telaah lebih dalam mengenai proses persidangan pendahuluan uji UU Perkawinan, kliennya memutuskan tidak mengajukan perbaikan permohonan. “Majelis Hakim Yang Mulia, setelah kami melakukan telaah pada sidang pertama, kami beranggapan bahwa perbaikan, kami tidak lakukan,” kata Chairunnisa dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan.


Selanjutnya, Halimah melalui Chairunnisa memperkuat dalil-dalil permohonan dengan mengajukan bukti P-1 sampai P-8. Bukti tersebut berisi: Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Putusan Kasasi Mahkamah Agung, Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung, Surat nikah, KTP dan Kartu Keluarga, UU 1/1974 tentang Perkawinan, dan terakhir surat pindah rumah. “Dengan demikian untuk bukti-bukti itu dianggap telah disahkan pada hari ini,” kata Ahmad Fadlil Sumadi seraya mengetokkan palu satu kali pertanda bukti disahkan.


Selain bukti, Halimah juga mengajukan enam orang ahli untuk didengar keterangannya pada persidangan berikutnya. Chairunnisa menyebut seorang ahli yang akan dihadirkan yaitu Shinta Nuriah Abdurrahman Wahid.


Untuk diketahui, pada Jum’at (8/7/2011) lalu Mahkamah membuka persidangan pendahuluan uji materi UU Perkawinan yang diajukan oleh Halimah Agustina Kamil. Halimah mengujikan ketentuan mengenai syarat perceraian yang termaktub dalam Pasal 39 Ayat (2) huruf f UU  Perkawinan sepanjang frase “antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri” bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28H Ayat (2) UUD 45.


Menurut Halimah melalui kuasanya, Chairunnisa, istri seringkali menjadi pihak yang dikorbankan dalam pertengkaran dan perselisihan. Padahal, faktanya perselisihan dan pertengkaran paling sering disebabkan ulah suami, misalnya suami mempunyai hubungan gelap dengan wanita lain. (Annisa Anindya/Nur Rosihin Ana/mh)

Selasa, 26 Juli 2011

Salim Alkatiri Uji Aturan Putusan MK Final dan Mengikat

Pemohon Prinsipal, Salim Alkatiri saat membacakan perbaikan Permohonannya pada sidang uji materi Pasal 10 ayat 1 huruf a, Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Selasa (26/7) di Ruang Sidang Panel Gedung MK.
Jakarta, MKOnline – Uji konstitusional materi UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (26/7/2011). Sidang dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan ini dilaksanakan oleh Panel Hakim yang terdiri, Ahmad Fadlil Sumadi sebagai Ketua Panel, didampingi Achmad Sodiki dan Anwar Usman. Persidangan untuk perkara Nomor 36/PUU-IX/2011 ini dimohonkan oleh Salim Alkatiri. Materi yang diujikan Salim yaitu Pasal 10 ayat 1 huruf a, UU 24/2003 yang mengatur kewenangan MK untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.

Di hadapan Panel Hakim Konstitusi, Salim memperbaiki kedudukan hukum (legal standing) Pemohon. “Hal-hal yang paling penting adalah pada poin 3, dari kedudukan hukum legal standing,” kata Salim.

Salim merasa dirugikan dengan keputusan MK Nomor 224/PHPU.D VIII/2010 mengenai Perselisihan Hasil Pemilukada Kab. Buru Selatan yang diucapkan tanggal 31 Desember 2010 lalu. Dalam amar putusan Nomor 224/PHPU.D VIII/2010, Mahkamah menyatakan permohonan pasangan Salim Alkatiri-La Ode Badwi  tidak dapat diterima.

Putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat. Hal inilah yang menjadi halangan bagi Salim untuk melakukan banding, sehingga Salim tidak bisa lolos sebagai calon peserta Pemilukada Buru Selatan karena pernah menjadi narapidana dengan vonis 2 tahun penjara. Salim mendalilkan MK merubah putusannya sendiri, yaitu Putusan Nomor 4/PUU-VII/2009, sehingga mengakibatkan dia tidak bisa mengikuti Pemilukada Buru Selatan.

Putusan MK Nomor 4/PUU-VII/2009, tanggal 24 Maret 2009 telah menentukan syarat mengenai ketentuan Pasal 58 huruf f UU 12/2008 mengenai persyaratan sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pasal 58 huruf f UU 12/2008 poin 3 menyatakan, “Kejujuran atau keterbukaan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan Terpidana”.

Salim mengaku sudah mengungkap jati dirinya sebagai mantan narapidana. “Kami telah mengemukakan secara terbuka pada publik di koran Suara Maluku di Ambon, Provinsi Maluku,” terang Salim.

Menurutnya, MK telah melanggar putusan Nomor 4/PUU-VII/2009. “Mahkamah Konstitusi melanggar putusan yang dia buat sendiri,“ lanjutnya. Padahal, tambah Salim, putusan Pengadilan Negeri Kelas I Ambon memperbolehkan pasangan Salim Alkatiri-La Ode Badwi mengikuti Pemilukada Buru Selatan Tahun 2010. (Nur Rosihin Ana/mh)

Senin, 25 Juli 2011

Permohonan Kabur, Uji Materi KUH Perdata dan UU Kekuasaan Kehakiman Tidak Diterima

Pemohon Prinsipal Tjahjadi Nugroho dan Aryanto Nugroho, Komisaris dan Direktur Utama PT. Tlaga Reksa Jaya, Semarang, Jawa Tengah, saat sidang pembacaan Putusan Pengujian Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Pasal 616, 617, 618, 619, 620, dan 1918) dan Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Pasal 1, 23, 28, dan 33). Dalam Amar Putusannya Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima permohonan keduanya, Senin (25/7) di Ruang sidang Pleno Gedung MK.
Jakarta, MKOnline – Tjahjadi Nugroho dan Aryanto Nugroho, masing-masing sebagai Komisaris dan Direktur Utama PT. Tlaga Reksa Jaya, Semarang, Jawa Tengah, harus berlapang dada, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima permohonan keduanya dalam sidang pengucapan putusan pada Senin (25/7/2011).

“Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua Pleno Hakim MK, Moh. Mahfud MD saat membacakan amar putusan perkara 4/PUU-IX/2011 mengenai Uji Materi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata  (KUH Perdata) dan UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Permasalahan hukum yang diajukan oleh Pemohon adalah mengenai pengujian materiil terhadap materi muatan Pasal 616, Pasal 617, Pasal 618, Pasal 619, Pasal 620, dan Pasal 1918 KUH Perdata; Pasal 19 Peraturan Pemerintah (PP) 10/1961 tentang Pendaftaran Tanah; Pasal 1 Peraturan Menteri Agraria 14/1961 tentang Permintaan dan Pemberian Izin Pemindahan Hak atas Tanah; Pasal 23 dan Pasal 37 ayat (1) PP 24/1997; Pasal 1, Pasal 23, Pasal 28, dan Pasal 33 UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, terhadap UUD 1945.

Mahkamah dalam pendapatnya yang dibacakan Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menyatakan, Pemohon mendalilkan diri sebagai badan hukum publik dan badan hukum privat sekaligus. “Namun Mahkamah berpendapat bahwa para Pemohon hanya memenuhi kualifikasi sebagai badan hukum privat, sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) huruf c UU MK,” kata Maria.

Permohonan Kabur
 
Menurut Mahkamah, meskipun Pemohon memenuhi kualifikasi sebagai badan hukum privat dalam pengujian UU terhadap UUD 1945, namun Pemohon tidak menjelaskan kerugian yang dialaminya. Padahal Mahkamah dalam sidang pendahuluan tanggal 17 Januari 2011 telah melakukan pemeriksaan permohonan dan memberikan nasihat-nasihat supaya Pemohon memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lama 14 hari. Namun, Pemohon tidak memperbaiki permohonan, sedangkan tenggang waktu perbaikan telah terlampaui.

Oleh karena itu, Mahkamah memeriksa permohonan Pemohon yang telah diregistrasi tersebut tanpa perubahan. Mahkamah menilai substansi permohonan kabur. “Terhadap substansi permohonan Pemohon, Mahkamah menilai materi permohonan Pemohon kabur (obscuur libel),” lanjut Maria.

Mahkamah menyatakan tidak perlu lagi memeriksa dan mempertimbangkan pokok permohonan karena substansi permohonan Pemohon kabur dan tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud oleh Pasal 51 ayat (1) dan ayat (2) UU MK. Dengan demikian, menurut Mahkamah, Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing). (Nur Rosihin Ana/mh)

Kamis, 21 Juli 2011

Hasil Pemungutan Suara Ulang Pemilukada Tebo Ditetapkan, Pasangan Suka-Hamdi Melenggang

Pemohon Prinsipal Pasangan Sukandar-Hamdi (Suka-Hamdi) sujud syukur setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutus perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi, Kamis (21/7) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.
Jakarta, MKOnline – Pasangan Sukandar-Hamdi (Suka-Hamdi) akhirnya berhasil melenggang ke kursi Bupati-Wakil Bupati Tebo, Provinsi Jambi, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutus perkara  Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada Tebo). MK dalam amar putusan perkara Nomor 33/PHPU.D-IX/2011 yang dibacakan pada Kamis (21/7/2011) menetapkan hasil perolehan suara dari masing-masing pasangan calon dalam pemungutan suara ulang (PSU) Pemilukada Tebo Tahun 2011. Mahkamah juga memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab. Tebo untuk melaksanakan putusan ini.

Berdasarkan berita acara rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditetapkan KPU Tebo tanggal 10 Juni 2011, hasil perolehan suara masing-masing calon dalam PSU yaitu: pasangan calon nomor urut 1, Sukandar-Hamdi meraih 78.754 suara. Pasangan calon nomor urut 2, Ridham Priskap-Eko Putro memperoleh 5.836. Sedangkan pasangan calon nomor urut 3, Yopi Muthalib-Sri Sapto Eddy (Yopi-Sapto) mendapatkan 72.656 suara.

Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menyatakan berdasarkan putusan MK Nomor 33/PHPU.D-IX/2011 bertanggal 13 April 2011, KPU Tebo telah melaksanakan PSU di seluruh TPS se-Kabupaten Tebo pada 5 Juni 2011. KPU Tebo juga telah melaksanakan rekapitulasi terhadap perolehan suara dan menetapkan hasil PSU tanggal 10 Juni 2011. Kemudian melaporkan hasil PSU tersebut kepada Mahkamah tanggal 14 Juni 2011.

Terhadap hasil PSU tersebut, Panitia Pengawas Pemilukada (Panwaslukada) Tebo telah menyampaikan keterangan tertulis yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada 27 Juni 2011. Panwaslukada Tebo juga telah memberikan keterangan secara lisan dalam persidangan Mahkamah pada 30 Juni 2011 dan keterangan tambahan tertulis yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada 7 Juli 2011.

Hasil pemeriksaan saksi dan bukti-bukti di persidangan, Mahkamah menemukan adanya praktik politik uang (money politic). Akan tetapi, bukti-bukti yang diajukan tidak mengarah pada pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif. Dengan demikian, dalil-dalil keberatan pasangan Yopi-Sapto tidak terbukti dan tidak beralasan hukum. Sehingga menurut Mahkamah, tidak relevan mempertimbangkan lebih lanjut keberatan permohonan Yopi-Sapto terhadap hasil PSU yang dilaksanakan oleh KPU Tebo berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PHPU.D-IX/2011 tanggal 13 April 2011. (Nur Rosihin Ana/mh)
Sumber:

Kamis, 14 Juli 2011

Majelis Hakim Ingatkan Uji Materi UU Parpol Sudah Pernah Diputus MK


Hakim Konstitusi Anwar Usman selaku Ketua Panel saat membuka Pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol) [Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Ayat (2) huruf c, dan Pasal 51 Ayat (1) huruf a], Kamis (14/7) di Ruang Sidang Panel Gedung MK.
Jakarta, MKOnline – Sidang uji materi UU 2/2011 tentang Perubahan UU 2/2008 tentang Partai Politik (UU Parpol) kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (14/7/2011) siang. Permohonan ini diajukan oleh Dana Iswara Basri, Fikri Jufri, M. Husni Thamrin, Budi Arie Setiadi, Susy Rizky Wiyantini, Goenawan Susatyo Mohamad, Sony Sutanto, Damianus Taufan, dan Abdul Rahman Tolleng.

Para Pemohon melalui kuasa hukumnya, A. Muhammad Asrun menyampaikan hal yang menurutnya urgen menyangkut kepentingan permohonan kliennya, yaitu mendaftarkan partai yang didirikan sebagai badan hukum. Sehingga Asrun berharap kepada Mahkamah agar proses persidangan dipercepat. “Kami ingin agar sidang ini dipercepat mengingat batas akhir pendaftaran tanggal 22 Agustus 2011, pendaftaran partai politik baru. Jadi mohon juga kepentingan kami diakomodir untuk percepatan sidang,” pinta Asrun.

Persidangan dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan ini dilaksanakan oleh Panel Hakim yang diketuai oleh Anwar Usman, didampingi Anggota Panel Harjono dan Ahmad Fadlil Sumadi. Hakim Konstitusi Harjono mengingatkan kepada Pemohon bahwa Mahkamah pernah memutus pasal yang diujikan, yaitu putusan Nomor 15/PUU-IX/2011. “Saudara Pemohon, sebelum perbaikan Anda ini diperiksa oleh Majelis, ini sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pasal 51 ayat (1a) itu dan pasal-pasal berikutnya, (yaitu) Putusan Nomor 15/PUU-IX/2011,” kata Harjono mengingatkan.

Sebelum menutup persidangan untuk perkara Nomor 35/PUU-IX/2011 ini, Ketua Panel Anwar Usman mengesahkan alat bukti Pemohon. Bukti yang disahkan yaitu bukti P-1 sampai P-15.

Untuk diketahui, pada persidangan sebelumnya terungkap maksud permohonan uji materi UU Parpol. Para Pemohon mengujikan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (2) huruf c, dan Pasal 51 ayat (1a) UU Parpol. Menurut para Pemohon, pasal-pasal yang diujikan bertentangan dengan dengan Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (3) dan Pasal 28E ayat (3).

Para pemohon merasa ketentuan yang berkaitan dengan persyaratan pendirian Parpol yang diatur dalam UU Parpol sangat potensial melanggar hak konstitusional Pemohon. Hak yang dimaksudkan yaitu hak kebebasan berserikat dan berkumpul berupa pendirian Parpol, hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif, dan hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Para Pemohon yang tengah mempersiapkan berdirinya sebuah partai, yaitu Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI) ini menilai persyaratan yang dibebankan untuk mendirikan partai sangat berat, memerlukan biaya sangat besar, dan waktu yang disediakan pun sangat singkat. (Nur Rosihin Ana/mh)

Jumat, 08 Juli 2011

Untuk Kedua Kali Yoseph Ly Uji Materi KUHAP

Pemohon Prinsipal Yoseph Ly pada sidang uji materi Pasal 7 ayat (1) huruf i dan Pasal 109 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Jum’at (8/7) di ruang Sidang Panel Gedung MK.
Jakarta, Mkonline – Konstitusionalitas materi UU 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kembali diuji di persidangan Mahkamah Konstitusi (MK), Jum’at (8/7/2011). Permohonan perkara nomor 39/PUU/-IX/2011 ini diajukan oleh Yoseph Ly. Yoseph sebelumnya pernah mengujikan materi Pasal 109 ayat (2) KUHAP di MK. Dalam amar putusan yang dibacakan pada 20 Januari 2011 lalu, MK menyatakan permohonan Yoseph tidak dapat diterima. Mahkamah berkesimpulan, Yoseph tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk menguji pasal tersebut.

Kali ini, Yoseph hadir di persidangan MK untuk menguji materi Pasal 7 ayat (1) huruf i dan Pasal 109 ayat (2) KUHAP. Pasal 7 ayat (1) huruf i menyatakan, “Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang: i. mengadakan penghentian penyidikan.”

Kemudian Pasal 109 ayat (2) menyatakan, “Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya.”

Menurut Yoseph, pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945. Dalam pokok permohonan (petitum), Yoseph meminta Mahkamah mengabulkan permohonannya.

Sidang dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan ini dilaksanakan oleh Panel Hakim yang terdiri dari M. Akil Mochtar sebagai Ketua Panel, diampingi Anggota Panel Muhammad Alim dan Anwar Usman. Dalam nasihatnya, Ketua Panel M. Akil Mochtar menyatakan Pasal 109 ayat (2) tidak bisa diujikan kembali, karena MK sudah pernah memutusnya. “Jadi Bapak hanya bisa menguji Pasal 7 ayat (1) huruf i itu saja,” kata Akil.

Setelah memeriksa lebih lanjut, Akil menyatakan, yang menjadi pokok permasalahan  Yoseph yaitu mengenai surat ketetapan. “Bapak mempersoalkan soal ketetapan itu bertentangan dengan undang-undang, itu bukan wewenang Mahkamah,” kata Akil.

Selanjutnya Akil menyarankan Yoseph agar mengajukan permasalahannya ke Mahkamah Agung (MA). “Saran saya, ajukan ini permohonannya ke Mahkamah Agung,” lanjut Akil. (Nur Rosihin Ana/mh)

Selasa, 05 Juli 2011

Saksi Pasangan Suka-Hamdi Bantah Lakukan Pelanggaran dalam Pemungutan Suara Ulang Pemilukada Tebo


Jakarta, MKOnline – Sidang Perselisihan Hasil Pemilukada Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (5/7/2011). Persidangan panel ini merupakan kelanjutan dari persidangan Senin kemarin, yaitu mengagendakan pembuktian. Di hadapan Panel Hakim MK yang diketuai M. Akil Mochtar, didampingi Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva, beberapa saksi yang dihadirkan Pemohon pasangan Sukandar-Hamdi (Suka-Hamdi) secara bergiliran menyampaikan keterangan. Saksi bernama Darma Laksana berkisah tentang pelengseran dari jabatan Kepala SMA 6 yang dialaminya. “Saya dilengserkan dari kepala sekolah menjadi guru SMA biasa, tanpa ada pemberitahuan yang jelas,” kisahnya.

“Siapa yang melengserkan?” tanya Ketua Panel M. Akil Mochtar. “Drs. Abu Bakar, Kepala Dinas Dikbudpora Kabupaten Tebo,” jawab Darma. Pelengseran ini merupakan buntut dari sikap Darma yang dianggap tidak mengindahkan ajakan Abu Bakar untuk mendukung pasangan Yopi Muthalib-Sri Sapto Eddy (Yopi-Sapto).

Saksi pasangan Suka-Hamdi lainnya yaitu Kamal Effendi yang membantah keterangan saksi pasangan Yopi-Sapto bernama Asmadi pada persidangan 30 Juni 2011 lalu. Kamal membantah uang pemberiannya sebesar 100 ribu kepada Subhan agar memilih pasangan Suka-Hamdi. Kamal mengaku sering memberikan uang kepada teman-temannya, termasuk kepada Asmad dan Subhan. Terlebih ketika Kamal masih menjabat sebagai camat, di samping memberikan uang, menjelang lebaran dia juga membagikan THR kepada teman-temannya. “Jadi tidak ada kaitannya dengan Pilkada waktu itu?” tanya M. Akil Mochtar. “Tidak ada, Pak,” jawab Kamal Effendi.

Saksi berikutnya yaitu Supeno. Anggota DPR Kabupaten Tebo yang juga tim sukses Suka-Hamdi ini membantah keterangan saksi bernama Ganjaraya pada persidangan 30 Juni 2011 lalu yang menerangkan keterlibatan Pahing, Kepala Desa (Kades) Sido Rukun dalam pemenangan Suka-Hamdi, yaitu membuat posko dan dapur umum. Menurut Supeno, di samping menjabat Kades, Pahing dan istrinya mempunyai usaha rumah makan. “Sudah bertahun-tahun yang lalu Bapak Pahing dan Istrinya itu usahanya adalah rumah makan,” bantah Supeno. Sebelah warung makan Pahing, lanjut Supeno, terdapat Posyandu yang dijadikan TPS 01.

Untuk diketahui, pada Rabu (13/4/2011) lalu, MK dalam putusan perkara Nomor 33/PHPU.D-IX/2011 memerintahkan KPU Tebo untuk melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) seluruh TPS se-Kabupaten Tebo. Kemudian KPU Tebo menggelar PSU pada Minggu 5 Juni 2011. Berdasarkan Berita Acara Rekapitulasi Penghitungan Suara PSU Pemilukada Tebo, tanggal 10 Juni 2011 dan Keputusan KPU Tebo Nomor 21 Tahun 2011 tertanggal 10 Juni 2011, perolehan suara terbanyak diraih pasangan Sukandar-Hamdi dengan 78.754 (50,08 %) suara. Sementara itu, pasangan Yopi-Sapto yang unggul pada pemungutan suara pertama tanggal 10 Maret 2011, pada PSU turun ke peringkat dua dengan perolehan 72.656 (46,21%) suara.

Terdapat perbedaan hasil perolehan suara antara pemungutan suara pertama tanggal 10 Maret 2011 dengan PSU tanggal 5 Juni 2011. Pemohon pasangan Suka-Hamdi yang pada pemungutan suara pertama meraih 74.436 suara, pada PSU menjadi 78.756 suara. Sedangkan Pihak Terkait pasangan Yopi-Sapto pada pemungutan suara pertama meraih 77.157 suara, PSU 72.656 suara. (Nur Rosihin Ana/mh)

Senin, 04 Juli 2011

Polda Jambi Bantah Terlibat Pemenangan Pasangan Calon dalam Pungutan Suara Ulang Tebo

Jakarta, MKOnline – Kapolda Jambi tidak pernah mengarahkan, memerintahkan, baik lisan maupun tertulis kepada personil Polres Tebo untuk memberikan dukungan kepada salah satu pasangan calon dalam pemungutan suara ulang (PSU) Pemilukada Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Demikian ditegaskan Fauzi Syawal, saat memberikan keterangan di depan Panel Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (4/7/2011) dalam sidang perkara sengketa Pemilukada Tebo. Keterangan ini untuk menepis tudingan keberpihakan Polda Jambi kepada pasangan Sukandar-Hamdi (Suka-Hamdi). “Polri tidak mempunyai kepentingan terhadap siapapun pemenangnya,” tegas Kabid Binkum Polda Jambi, Fauzi Syawal.
Fauzi juga membantah keterangan saksi pasangan Yopi Muthalib-Sri Sapto Eddy (Yopi-Sapto) bernama M. Zainuri pada sidang sebelumnya mengenai aksi pembagian selebaran berupa dukungan kepada pasangan Suka-Hamdi dengan menggunakan mobil dinas patoli Polisi jenis Strada. “Tidak pernah mobil Polri khususnya Polres Tebo digunakan oleh tim pemenangan pasangan calon,” bantah Fauzi.


Sementara itu, Kapolres Tebo, M. Arifin, menyatakan telah menurunkan 252 personilnya untuk mengamankan pelaksanaan PSU Tebo. “H-1, seluruh personel Polres sudah menempati pada TPS-TPS. Pelaksanaan pengamanan TPS dilaksanakan pada hari H, sampai penghitungan di tingkat PPK. Kemudian mengawal mengawal kotak suara dari PPK ke KPUD,” terangnya.


Persidangan untuk perkara nomor 33/PHPU.D-IX/2011 mengenai sengketa Pemilukada Tebo ini dilaksanakan oleh Panel Hakim yang teridiri dari M. Akil Mochtar sebagai Ketua Panel, didampingi Anggota Panel Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva yang mengagendakan sidang pembuktian.


Senada dengan Fauzi, Arifin juga membantah adanya keterlibatan mobil dinas polisi dalam pemenangan pasangan calon. “Itu mobil Polres, tapi bentuknya Strada. Memang ada (mobil) dinas yang Strada?” tanya Ketua Panel M. Akil Mochtar. “Tidak ada, Yang Mulia,” jawab Arifin singkat. (Nur Rosihin Ana/mh)


Mahkamah Konstitusi