Selasa, 13 Maret 2012

Uji Materi KUHP: Pencurian Bukan Kejahatan Serius


Tindak pidana pencurian dalam Pasal 365 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bukan merupakan kejahatan yang sangat serius (the most serious crimes). Karena pencurian bukan tindak pidana yang mempengaruhi fondasi budaya dan politik ekonomi masyarakat (adversely affect the economic cultural and political foundation of society). Berdasarkan hukum positif di Indonesia, tindak pidana yang tergolong the most serious crimes yaitu terorisme, Narkotika dan pelanggaran HAM berat.
Demikian dikatakan Rangga Lukita Desnata, kuasa hukum para pemohon, dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, Selasa, (13/3/2012) Sore. Persidangan dengan agenda perbaikan permohonan untuk perkara nomor 15/PUU-X/2012 mengenai pengujian Pasal 365 ayat (4) KUHP ini dimohonkan oleh Raja Syahrial alias Herman alias Wak Ancap dan Raja Fadli alias Deli. Keduanya adalah terpidana mati kasus pencurian disertai kekerasan yang saat ini menghuni di lembaga Permasyarakatan Tembesi, Kota Batam.
Pasal 365 ayat (4) menyatakan “Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3.”
Menurut para pemohon, ketentuan Pasal 365 ayat (4) KUHP bertentangan dengan Pasal 28A dan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945. Pasal 28A: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.” Pasal 28I ayat (1): “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.”
Selain itu, Pasal 365 ayat (4) KUHP tidak lagi relevan dengan adanya ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).  Pasal 6 ayat (2) UU 12/2005 menyebutkan bahwa hukuman mati hanya dapat dikenakan pada kejahatan yang sangat serius. Sedangkan kejahatan yang dalam terkandung dalam Pasal 365 ayat (4) KUHP tidak termasuk kejahatan yang serius sehingga ancaman pidana mati seharusnya tidak diberlakukan lagi.
Rangga Lukita Desnata di hadapan panel hakim Ahmad Fadlil Sumadi (Ketua Panel), didampingi dua anggota, Harjono dan maria Farida Indrati, memaparkan perbaikan permohonan sebagaimana nasihat majelis hakim pada persidangan bulan lalu, Jum’at (17/2/2012). Perbaikan permohonan menyangkut empat hal, yaitu masalah penulisan, kewenangan Mahkamam Konstitusi, kedudukan hukum (legal standing) dan substansi permohonan.
Lebih lanjut Rangga mendalilkan adanya perbedaan signifikan antara Pasal 365 ayat (4) KUHP yang diujikan kliennya, dengan Pasal 340 KUHP Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. “Karena Pasal 340 KUHP, niat , intention, dari pelaku ditujukan untuk menghabisi nyawa seseorang,” dalil Rangga.
Berbeda halnya dengan Pasal 365 ayat (4) KUHP, niat pelaku hanya mencuri. Namun karena korban memergokinya kemudian berteriak, maka terjadilah pembunuhan. “Niat utamanya adalah mencuri,” terang salah satu pendiri LBH StreetLawyer ini.
Menurut Rangga, tindak pidana dalam Pasal 365 ayat (4) KUHP merupakan blue color crime. “Berbeda dengan gembong narkotika, pelanggaran HAM berat,” dalil Rangga. Oleh karena itu Rangga meminta Mahkamah menyatakan Pasal 365 ayat (4) KUHP bertentangan dengan Pasal 28A dan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945. (Nur Rosihin Ana).

0 komentar:

Posting Komentar