Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian
materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara (UU Minerba), Kamis (13/12/12) siang. Sidang kali kedua untuk Perkara
Nomor 113/PUU-X/2012 ihwal pengujian Pasal 125 ayat (2), Pasal 126 dan Pasal
127 UU Minerba ini beragendakan perbaikan permohonan.
Panel Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi (ketua
panel), Harjono, Anwar Usman, setelah membuka persidangan, membacakan surat
yang dikirimkan oleh kuasa Pemohon. Isi surat tersebut intinya permintaan izin tidak
bisa hadir di persidangan karena ibunda kuasa hukum Pemohon meninggal dunia. “Kuasa dari Pemohon minta izin untuk tidak
mengikuti sidang ini karena ibundanya meninggal dunia pada hari ini,” kata Ahmad Fadlil Sumadi membacakan surat.
Selanjutnya panel hakim memerintahkan kepada
Panitera MK untuk melakukan pemanggilan kepada Pemohon jika nantinya rapat
permusyawaratan hakim (RPH) menyatakan permohonan pemohon dilanjutkan ke tahap
pleno. Selain itu, sebelum menutup persidangan, panel hakim memerintahkan
Panitera MK untuk membuat berita acara persidangan. Supaya dibikin berita acara
hari ini, dia tidak datang dengan alasan yang menurut hukum dapat dibenarkan,” kata
Fadlil.
Untuk diketahui, uji materi UU Minerba diajukan oleh
H. Hazil Ma’ruf. Hazil
mengujikan Pasal 125 ayat (2), Pasal 126 dan Pasal 127 UU Minerba. Melalui
kuasanya, Iwan Prahara Nur Asnawi, Hazil pasal-pasal tersebut bertentangan
dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Hazil
menganggap Pasal 125 ayat (2) UU Minerba kontradiktif dan diskriminatif, karena
tidak menjelaskan secara rinci maksud dan tujuannya. Sedangkan Pasal 126 Ayat
(1) UU Minerba sebagai bentuk aturan bertujuan memonopoli hasil sumber daya
alam dengan tidak sedikit pun memikirkan rakyat sekitar. Kemudian Pasal 127 UU
Minerba merupakan bentuk arogansi penguasa kepada rakyatnya, sedangkan rakyat
tidak diberikan ruang sedikit pun untuk bernafas.
Pasal 125 ayat (2)
UU Minerba menyatakan, “Pelaksana usaha jasa
pertambangan dapat berupa badan usaha, koperasi, atau
perseorangan sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi
yang telah ditetapkan oleh Menteri.”
Pasal 126 menyatakan:
“(1) Pemegang IUP atau IUPK
dilarang melibatkan anak perusahaandan / atau afiliasinya dalam
bidang usaha jasa pertambangan di wilayah usaha pertambangan yang
diusahakannya, kecuali dengan izin Menteri; (2) Pemberian izin
Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila: a. tidak
terdapat perusahaan jasa pertambangan sejenis di wilayah tersebut; atau
b. tidak ada perusahaan jasa pertambangan yang berminat/ mampu.”
Pasal 127 menyatakan:
“Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan usaha jasa pertambangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124, Pasal 125, dan Pasal 126 diatur
dengan peraturan menteri.” (Nur Rosihin Ana)
0 komentar:
Posting Komentar